Kamis 21 Apr 2022 17:20 WIB

Bekal Menjadi Perempuan Berkemajuan Menurut ‘Aisyiyah

Ada enam poin yang dapat dijadikan sebagai refleksi dan evaluasi.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Yusuf Assidiq
Prof Dr HJ Siti Chamamah Soeratno
Foto: PP Aisyiyah
Prof Dr HJ Siti Chamamah Soeratno

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Gerakan perempuan berkema­juan sudah mengakar di orga­nisasi ‘Aisyiyah. Tokoh ‘Aisyi­yah, Siti Chamamah Soeratno menga­takan, peran perempuan berkemajuan di ‘Aisyiyah tentu tidak dapat dile­pas­kan dari Muhammadiyah yang ber­landaskan Islam berkemajuan.

Hal tersebut disampaikan Chama­mah dalam Seminar Pra-Muktamar Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah ke-48 yang digelar, Kamis (14/4/2022). Chama­mah pun menyampaikan berbagai hal yang dapat dijadikan bekal oleh pe­rem­puan untuk menjadi perempuan berkemajuan.

Setidaknya, ada enam poin yang dapat dijadikan sebagai refleksi dan evaluasi untuk menjadi perempuan ber­kemajuan. Pertama, sebutnya, ha­rus memiliki integritas. Kedua, punya komitmen. Lalu ketiga, yakni militansi, dan keempat mempunyai daya juang solidaritas atau ukhuwah.

“Yang kelima, memiliki wawasan luas atau pandangan dunia Islami, dan keenam harus profesionalitas berbasis ideologi gerakan yang menjiwai selu­ruh perilaku anggota,” kata Chama­mah yang juga pakar virologi tersebut.

Di bagian lain, ia juga sampaikan me­ngenai berbagai akar historis pe­rem­puan berkemajuan. Pertama, akar historis perempuan berkemajuan ada­lah menyampaikan Islamisasi yang sangat dinamis.

Kemudian yang kedua yakni sema­ngat Islam yang menjiwai segenap aspek kehidupan. Lantas ketiga, ber­kemajuan yang terindikasi pada Islam sebagai agama yang tidak pernah ber­henti dan terus bergerak maju melin­tasi zaman.

“Sekaligus selalu memiliki potensi-po­tensi unggul. Inilah beberapa hal yang harus dipegang seorang perem­puan berkemajuan ,” pintanya.

Sementara ahli fikih modern, Alya­sa Abubakar yang juga mengisi semi­nar tersebut, menyampaikan ter­kait nilai-nilai Islam yang harus dipa­hami agar perempuan dapat menjadi musli­mah berkemajuan. Menurutnya, nilai yang paling penting atau funda­men­tal dalam Islam untuk menjadi perem­puan berkemajuan terbagi men­jadi tiga nilai dasar.

Dalam ayat Alquran, tambahnya, tiga nilai dasar tersebut terdiri dari iman, amal shaleh, dan kasih sayang. “Sebagai contoh, kalau kita lihat surat Al-’Ashr. Dalam surat ini, manu­sia itu rugi kecuali orang-orang beri­man, kemudian orang-orang yang ber­a­mal shaleh dan orang-orang yang ber­wasiat dengan kebenaran dan kesa­baran. Jadi di sini ada beriman, ada ber­amal shaleh dan ada saling ber­wasiat,” ujarnya.

Dalam hadis, juga ada beberapa nilai dasar untuk perempuan berke­ma­juan yakni iman, Islam dan ihsan. Alyasa menjelaskan, Rasulullah men­je­laskan bahwa iman itu isinya rukun iman yang enam.

Sedangkan, Islam dalam hal ini di­ungkapkan Alyasa sebagai rukun Is­lam. “Islam ini kadang-kadang disebut sebagai syariah dan kadang-kadang di­sebut sebagai amal shaleh,” jelas Alyasa.

Ihsan, lanjutnya, adalah pesaaan atau kesadaran untuk sanggup berada di hadapan Allah. Kalau tidak bisa me­rasa berada di hadapan Allah, katanya, maka harus bisa merasa berada di da­lam pengawasan Allah.

Sementara itu, Ketua Majelis Hu­kum dan HAM PP ‘Aisyiyah, Athiyatul Ulya, memaparkan terkait isu-isu dan tantangan yang dihadapi oleh ‘Aisyi­yah sebagai organisasi perempuan Is­lam. Diungkapkan, kekerasan ter­­­hadap perempuan dan anak me­ning­kat signifikan berdasarkan lapo­ran seluruh pimpinan wilayah ‘Aisyi­yah dan pimpinan daerah ‘Aisyiyah.

‘’Adapun bentuknya sangat bera­gam, baik kekerasan ekonomi, keke­ra­san fisik, verbal dan sebagainya,” kata Ulya.

Melihat persoalan yang masih ter­jadi terkait isu keluarga ini, Ulya me­nyebut, ‘Aisyiyah sudah menyusun be­berapa agenda strategis untuk meres­pon permasalahan tersebut. Tentunya, kata Ulya, agenda strategis yang disu­sun masih sangat relevan dengan kon­disi terkini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement