Hadits Tujuh Golongan dalam Naungan Allah
Oleh : Mu’ammal Hamidy, Lc
عن أبي هريرة ، عن رسول الله صلى الله عليه وسلم ، أنه قال : « سبعة يظلهم الله تعالى في ظل عرشه يوم لا ظل إلا ظله : شاب نشأ في عبادة الله تعالى ، وإمام مقسط ، ورجل دعته امرأة حسناء ذات حسب إلى نفسها فقال : إني أخاف الله رب العالمين ، ورجل أخفى يمينه عن شماله صدقته ، ورجل قلبه متعلق في مساجد الله تعالى ، ورجلان تواخيا في الله ثم افترقا على ذلك » ( الطحاوى )
Artinya : Abu Hurairah meriwayatkan dari Rasulullah Saw, beliau bersabda : Ada tujuh golongan manusia yang nanti akan dinaungi Allah dalam naungan ‘arasy-Nya pada hari yang tiada naungan selain naungan Allah, yaitu : (1). Seorang pemuda yang dibesarkan dalam ibadah kepada Allah, (2). Pemimpin yang adil dan ujur, (3). Seorang laki-laki yang diajak berselingkuh oleh seorang perempuan cantik dan berpangkat, lalu dia mengatakan “aku takut kepada Allah rabbal ‘alamin”,
(4). Seseorang yang merahasiakan sedekah yang diberikan oleh tangan kanannya terhadap tangan kirinya, (5). Seseorang yang hatinya selalu tertambat di masjid-masjid Allah, (6) dan (7). Dua orang yang masing-masing bermaksud menjalin persaudaraan karena Allah, lalu dalam keadaan demikian itu mereka berpisah. (HR Thahawi).
Dalam riwayat lain berbunyi sbb :
807 – عن أبي هريرة رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : « سبعة يظلهم الله تحت ظله يوم لا ظل إلا ظله ، إمام مقسط ورجل لقيته امرأة ذات جمال ومنصب فعرضت نفسها عليه فقال : إني أخاف الله رب العالمين ، ورجل قلبه معلق بالمساجد ورجل تعلم القرآن في صغره فهو يتلوه في كبره ورجل تصدق بصدقة بيمينه فأخفاها عن شماله ، ورجل ذكر الله في برية ففاضت عيناه خشية من الله عز وجل ، ورجل لقي رجلا فقال : إني أحبك في الله فقال : له الرجل وأنا أحبك في الله » ( رواه البيهقى فى شعب الايمان و هذا حديث صحيح )
Artinya : Abu Hurairah meriwayatkan dari Rasulullah Saw, sesungguhnya beliau bersada : ” Ada tujuh golongan yang akan dinaungi Allah di bawah naungan-Nya pada hari yang tiada naungan lain selain naungan-Nya, yaitu : (1). Pemimpin yang adil dan jujur, (2). Seorang lelaki betemu seorang perempuan cantik dan berpangkat lalu perempuan itu menawarkan dirinya kepada laki-laki tersebut dan laki-laki tersebut mengatakan : “Sesungguhya aku takut kepada Allah rabbul alamin”, (3). Seseorang yang hatinya tertambat di masjid-masjid,
(4). Seseorang yang mempelajari al-Qur’an sejak muda dan terus dibacanya sampai tua, (5). Seseorang yang merahasiakan sedekahnya sehingga apa yang diberikan oleh tangan kanannya tidak diketahui oleh tangan kirinya, (6). Seseorang yang ingat kepada Alah (dzikrullah) di tengah-tengah orang banyak sambil melelehkan air matanya karena takut kepada Allah, (7). Seseorang bertemu orang lain lalu dia mengatakan : Aku mencintaimu karena Allah, yang disambut oleh temannya itu : Akupun mencitaimu karena Allah”. (HR Baihaqi, dalam Syu’abul Iman).
Apa yang digambarkan Rasulullah Saw di atas, akan terjadi kelak di hari kiyamat. Yaitu hari yang paling dahsyat yang ditakuti oleh semua orang. Saking dahsyatnya sehingga semua orang lupa segala-galanya. Masing-masing orang akan memikirkan dirinya sendiri, atau nafsi-nafsi, sebagaimana dijelaskan Allah dalam surat ‘abasa 33-42:
Adegan tersebut terjadi ketika manusia dikumpulkan di mahsyar, yang digambarkan matahari ketika itu sangat rendah, yang menggambarkan betapa panasnya udara ketika itu. Di sa’at itulah, masing-masing orang akan mencari naungan. Namun apa yang dicari itu tidak ada. Yang ada hanyalah naungan khusus yang disediakan Allah, untuk orang-orang khusus, yaitu :
Yang menurut hadis kedua ibadahnya itu berupa ketekunannya mengaji al-Qur’an Bagi seorang remaja, prilaku seperti itu sangat langka, karena masa remaja adalah masa yang sangat peka. Orang menyebut “panca roba”. Karena, jarangnya remaja semacam itulah, maka layak kalau dia disebut salah satu golongan dari tujuh golongan yang disediakan naungan oleh Allah, sebagai penghargaan. Dan remaja semacam itu, dalam sebuah Negara sangat dibutuhkan. Karena mereka adalah generasi masa depan yang akan menentukan existensi bangsa dan Negara, seperti dikatakan sebuah pemeo “syubbanul yaum rijalul ghad“. Dalam kontek kekinian, semacam remas (remaja masjid) itulah yang digambarkan dalam hadis di atas.
Yaitu pemimpin yang dalam kebijakannya selalu disesuaikan dengan hukum Allah, dan dalam tindakannya tidak memihak pada golongan maupun mayoritas, sehingga yang benar dikatakan benar dan diberlakukan dengan benar kendati berasal dari orang kecil (rakyat jelata), dan yang salah dikatakan salah dan ditindak sesuai kesalahannya kendati si pelakunya orang-orang besar dan pejabat teras. Semacam penegasan Nabi Saw terhadap puterinya Fathimah yang seandainya dia mencuri pasti akan dipotong tangannya. Ungkapan yang disampaikan kepada Usamah bin Zaid juru bicara suku Makhzumiyah ketika minta kepada beliau agar membebaskan perempuan Makhzumiyah yang mencuri agar tidak dipotong tangannya, karena dia dari suku terhormat. Perkataan “imam” atau “pemimpin” di sini, meliputi kepala Negara, hakim tokoh partai, ketua-ketua organisasi, yayasan, tokoh masyarakat dsb. Mereka disebut pempimpin atau imam, karena mereka menjadi panutan masyarakat. Pemimpin demikian itu diistimewakan, karena termasuk bagian orang langka, lagi pula penentu kondisi sebuah Negara dan masyarakat yang dipimpinnya. Sebab, pada umumnya pemimpin itu selalu pamrih dan demi keuntungan pribadi, keluarga dan golongan. Yang oleh al-Qur’an surat al-An’am 123 diinformasikan kepada kita sebagai warning :
Artinya : Dan demikianlah Kami adakan pada tiap-tiap negara ada pembesar-pembesar Negara berbuat makar (melakukan tipu daya) dalam negara itu. Sedangkan makar yang mereka lakukan itu tidak lain hanya akan menyengsarakan diri sendiri, tetapi mereka tidak menyadarinya.
Sebagi contoh dari salah satu tindakan makar adalah penyelewengan atas keuangan Negara, termasuk aset Negara yang seharusnya diberdayakan untuk kesejahteraan bangsa, bukan untuk memperkaya diri atau untuk kepentingan kelompok. Atau othak-athik ingin meraup keuangan Negara untuk memperkaya diri. Yaaah kira-kira dalam kontek kekinian adalah demi menutup beaya kampanye.
Ini, termasuk istimewa dan akan diistimewakan pula oleh Allah. Karena pada umumnya, jangankan diajak, malah kebanyakan yang terjadi justru laki-laki “nguber” wanita cantik, dan tidak merasa takut. Layaknya Nabi Yusuf A.S. yang ditarik-tarik oleh Zulaikhah isteri raja, tetapi Nabi Yusuf menolak, kendati dalam hati rasa cinta itupun ada, karena bersyahwat adalah naluri manusia. Namun, takut kepada Allah lebih dominan ketimbang nafsu :
Artinya : Dan wanita (Zulaikha) yang Yusuf tinggal di rumahnya menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadanya) dan Dia menutup pintu-pintu, seraya berkata: “Marilah ke sini.” Yusuf berkata: “Aku berlindung kepada Allah, sungguh tuanku telah memperlakukan aku dengan baik. Sesungguhnya wanita itu bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusufpun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu seandainya dia tidak mengetahui hukum Tuhannya. Demikianlah, agar Kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih. (Qs Yusuf 23-24)
Kerahasiaan itu menggambarkan keikhlasan. Artinya, orang yang bersedekah dengan ikhlas akan mendapat penghargaan dari Allah, dalam bentuk payung atau naungan kelak di hari kiyamat. Jadi, yang pokok dalam masalah sedekah di sini adalah keikhlasan, bukan rahasia dan tidak rahasianya. Sebab al-Qur’an menegaskan, sedekah yang terang-terangan juga baik :
Artinya : Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali. dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Qs al-Baqarah 271).
Sebagaimana kita ketahui masjid adalah tempat strategis untuk shalat dan berzikrullah, yang dari situ akan lahirlah manusia-manusia suci, seperti dilukiskan dalam al-Qur’an surat at-Taubah 108 :
Artinya : Sesungguhnya mesjid didirikan atas dasar taqwa, sejak hari pertama adalah lebih patut kamu sholat di dalamnya. Di dalam mesjid itu terdapat orang-orang yang ingin membersihkan diri. dan sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih.
Manusia seperti itu, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sangat dibutuhkan. Karena itu, layak kalau mereka itu akan mendapatkan penghargaan yang tinggi dari Allah, dalam bentuk payung kehormtan.
Termasuk bersekutu dalam rangka membela agama Allah, sampaipun dalam berpisah adalah demi membela keagungan agama Allah. Misalnya sampai ketika meninggal dunia adalah demi membela agama Allah. Atau dengan kata lain, orang yang akan mendapatkan penghargaan Allah dengan menerima naungan kelak di hari kiyamat, adalah orang-orang yang secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri selalu membela agama Allah. Tapi, dalam hadis kedua antara 6 dan 7 ini dipisah. No 6 yaitu orang berdzikir di tengah-tengah keramaian sampai menangis karena takut kepada Allah. Sedang No 7 yaitu orang yang bertemu saudaranya lalu mengatakan aku mencintaimu karena Allah yang ditimpali oleh saudaranya dengan kalimat yang sama.
Dzikrullah dan membina persaudaraan karena Allah sangat diperlukan dalam keberagamaan dan berperan penting dalam membela Agama Allah. Karena dzikrullah itu membuat agama Allah hidup. Sedang ikatan persaudaraan dapat memperkuat benteng pertahanan Agama Allah. Sementara kehidupan beragama sangat diperlukan dalam tatanan hidup bermasyarakat, sebab agama adalah pedoman dan petunjuk hidup. Tanpa agama hidup akan dikomando oleh nafsu, yang pada gilirannya akan menimbulkan keonaran. Karena itu, layak kalau orang yang berdzikrullah seperti itu mendapat penghargaan dari Allah.
Sekalipun dalam hadis di atas disebutkan tujuh golongan, bukan berarti masing-masing berdiri sendiri-sendiri, dalam arti yang satu dilakukan sedang yang lain tidak. Misalnya hatinya tertambat di masjid, tetapi di balik itu berbuat maksiat. Karena itu, hadis ini dapat dipaham, bahwa tujuh sifat yang akan mendapatkan imbalan penghargaan Allah kelak di hari kiyamat, dalam bentuk payung atau nangan di mahsyar, itu adalah orang yang sejak muda aktif beribadah dengan terus menerus mengkaji al-Qur’an, adil dalam kepemimpinan, tidak tergoda oleh rayuan wanita ayu, besedekah dengan ikhlas, memperhatikan masjid, berdzikir dan memperkokoh persatuan serta terus menerus berjuang di jalan Allah baik bersama-sama ataupun sendirian.
Wallah a’lam.
Sumber: Majalah SM No 9 Tahun 2010