REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Umum (Sekum) PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti memberikan tanggapan terkait Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang melarang lembaga penyiaran menggunakan dai dari organisasi terlarang. Menurutnya, langkah KPI sudah tepat.
Mu'ti menjelaskan ceramah di media massa setidaknya perlu memenuhi dunia persyaratan. Pertama adalah mencerahkan dan kedua ialah menghibur atau menyenangkan. Dia mengingatkan ceramah agama di lembaga penyiaran itu menjadi tontonan dan tuntutan.
"Ceramah agama harus disampaikan dengan sebaik-baiknya sehingga jamaah dapat memahami agama dengan baik," kata dia kepada Republika, Kamis (24/3/2022).
Dalam konteks negara, ceramah agama seharusnya membuat jamaah dan masyarakat semakin mencintai sesama, bangsa, dan negaranya. Karena itu, lembaga penyiaran termasuk juga rumah produksi perlu lebih selektif dalam menghadirkan penceramah dan ustadz.
"Termasuk narasumber yang menguasai ajaran agama yang mendalam, menyampaikan dengan menarik, dan menginspirasi jamaah untuk menjadi muslim yang taat dan warga negara yang baik," katanya.
KPI menerbitkan surat edaran tentang pelaksanaan dan pengawasan siaran bagi lembaga penyiaran. Salah satu poin dalam edaran yang diterbitkan pada 15 Maret lalu, yang kini menjadi sorotan publik, yaitu tidak boleh menggunakan dai atau pendakwah yang berlatar belakang dari organisasi terlarang.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui Ketua Komisi Informasi dan Komunikasi (Infokom) Mabroer MS menilai KPI tentu memiliki maksud yang baik demi kepentingan bangsa dan negara, bukan kepentingan kelompok maupun golongan tertentu. "MUI sebagai salah satu mitra KPI tentu saja mendukung langkah yang ditempuh KPI karena lembaga penyiaran itu menggunakan ruang publik sehingga diperlukan rambu-rambu," kata dia.