REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti dan Dosen Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB University, Khalifah Muhamad Ali menyampaikan, ada lima provinsi yang memiliki nilai Indek Wakaf Nasional (IWN) tertinggi. Lima itu adalah Bali (0,490 kategori sangat baik), DKI Jakarta 0,433 sangat baik), Kalimantan Timur (0,412 sangat baik), Jawa Timur (0,339 baik), dan Sumatra Selatan (0,316 baik).
Namun, Khalifah menekankan, nilai yang kurang belum tentu pengelolaannya kurang baik. Karena banyak BWI provinsi yang tidak mengisi kuesioner sehingga data tidak tersedia dan nilainya menjadi rendah.
"Pengisian kuesioner sangat berpengaruh pada nilai IWN setiap provinsi. Sayangnya kebanyakan BWI provinsi tidak mengisi kuesioner," dalam agenda diskusi virtual bertajuk 'Indeks Wakaf Nasional 2021' yang digelar oleh Badan Wakaf Indonesia (BWI), Masyarakat Ekonomi Syariah, dan Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia, Jumat (18/3).
Pada IWN 2021, 22 provinsi termasuk dalam kategori sangat kurang, 5 provinsi kurang, 2 provinsi cukup, 2 provinsi baik, dan 3 provinsi termasuk dalam kategori sangat baik. Dari aspek pertumbuhan, 11 provinsi mengalami pertumbuhan IWN yang positif dan 23 provinsi mengalami pertumbuhan negatif.
"Saya yakin di tahun depan apabila BWI provinsi mengisi kuesioner maka nilainya akan bisa meningkat secara signifikan," jelasnya
Khalifah menyampaikan, IWN pada 2020 yaitu 0,123, dan IWN pada 2021 meningkat menjadi 0,139. Peningkatan nilai IWN nasional pada 2020 dan 2021 itu memang tidak signifikan. Khalifah menjelaskan, perubahan nilai IWN nasional yang tidak signifikan setidaknya disebabkan dua hal.
Pertama, sebagian data yang digunakan sama dengan data tahun sebelumnya. Data Sistem Informasi Wakaf (Siwak) IWN 2021 diambil dari Siwak 2020 seperti data jumlah masjid wakaf, jumlah sekolah wakaf, serta luas tanah wakaf baik yang bersertifikat dan belum bersertifikat.
Kedua, kata Khalifah, banyaknya BWI provinsi yang tidak mengisi kuesioner. Pada 2021, hanya enam BWI provinsi yang mengisi kuesioner, yaitu Sumatra Selatan, DKI Jakarta, Jawa Timur, Bali, Kalimantan Timur dan Maluku. Dia juga mengungkapkan, tidak mengisi kuesioner menyebabkan kekosongan data yang kemudian berpengaruh pada hasil IWN setiap provinsi.
Khalifah menyarankan agar Kementerian Agama dan BWI mengupayakan pembaruan data dengan kemudahan akses data. Seperti kemudahan akses data Siwak yang bisa diakses sampai ke tingkat kelurahan. Juga dibutuhkan dukungan regulasi BWI provinsi ke BWI pusat terkait pembaruan data.
BWI provinsi, ujar Khalifah, juga harus meningkatkan partisipasinya dalam mengisi kuesioner dengan benar, akurat dan lengkap. Di sisi lain, BWI pusat dapat mengadakan sosialisasi IWN kepada BWI provinsi tentang pengisian kuesoner IWN.