Sampai tahun lalu, menurut Aqele (17), Afghanistan adalah negara puisi dan seni, negara yang merangkul kaum muda dan visi masa depan mereka. “Di bioskop, di kafe, di pusat perbelanjaan, anak muda hidup bersama dalam lingkungan yang sangat positif. Mereka akan bermain gitar, pria dan wanita akan mendiskusikan puisi dan politik. Semua kemajuan yang dibuat dalam dua dekade terakhir secara efektif dihancurkan dalam hitungan dua minggu,” ujar mahasiswa itu.
Perjuangan tanpa henti juga dialami oleh wanita-wanita muslim Prancis. Pemerintahnya telah melarang perempuan berhijab untuk berpartisipasi dalam turnamen olahraga dengan alasan sekularisme dan netralitas.
Sebaliknya, di seluruh dunia, wanita masih dinilai dari pakaian yang mereka kenakan. Karena itu, Maryam berpendapat, penting bagi semua wanita, berhijab ataupun tidak untuk membela hak-hak mereka.
“Kita perlu saling mendukung dan jika kita saling mendukung, kita bisa mencapainya,” kata Maryam.
"Saya pikir otonomi tubuh hanyalah salah satu hak yang harus kita pelajari untuk diperjuangkan karena tidak ada yang harus memberitahu kita cara berpakaian," kata Aisha Ali, jurnalis digital di Pakistan.
"Dan tidak masalah di negara mana kita berada. Saya tidak berpikir ada orang yang akan memberi tahu seorang pria apa yang harus dipakai dan bagaimana cara berpakaian,” tambahnya.