Di tempat lain, di Afghanistan, perempuan mengalami hal sebaliknya di mana mereka dipaksa untuk mengenakan hijab. Di bawah pemerintahan Taliban pada akhir 1990-an dan 2000-an, burqa biru panjang dan chadari wajib bagi wanita.
Era Taliban yang baru ini, mengaku tidak akan memaksakan hal tersebut. Tetapi sejumlah mandat diterapkan, seperti melarang anak perempuan mengakses pendidikan tinggi, melarang perempuan bepergian jauh tanpa wali laki-laki, dan perempuan telah turun ke jalan untuk melakukan protes atas kebebasan memilih mereka.
Maryam, seorang jurnalis di Kabul, adalah salah satu dari wanita itu.Maryam mengenakan jilbab, tetapi sangat percaya bagaimana Anda memakainya harus menjadi pilihan.
“Dalam Islam, jilbab tidak memiliki warna dan bentuk. Bagi saya, seperti yang dikatakan melindungi diri sendiri, saya akan mengikuti aturan itu ketika saya merasa tidak aman dan tidak nyaman,” ujarnya.
Cara berpakaian Maryam dapat berubah tergantung pada seberapa aman dia merasa di lingkungan sekitarnya. Misalnya, ketika dia pergi ke Dubai, maka dia dapat mengenakan jeans, atasan, dan jilbab.
“Ini praktik yang umum. Sudah banyak Muslim yang mengikuti praktik itu,” ungkapnya.
Sekarang, katanya, sejak Taliban mengambil alih pemerintahan, wanita Afghanistan lebih berjuang untuk hak-hak dasar mereka. Seperti pergi ke sekolah, bekerja, dan meninggalkan rumah.
“Kami tidak dapat percaya betapa dramatisnya hal-hal berubah bagi kami dalam semalam,” ungkapnya.