REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Muhajira bergegas ke toko roti sederhana untuk menunggu roti hangat yang akan dibagikan secara gratis. Selama beberapa hari terakhir semua keluarganya dan mengantre untuk mendapatkan makanan.
"Jika saya tidak membawa roti dari sini, kami akan tidur dalam keadaan lapar,” kata Muhajira, dilansir dari Al Arabiya, Rabu (19/1/2022).
Di Afghanistan banyak warganya yang semakin miskin setiap harinya. Mereka selalu mengantre makanan gratis. Banyak dari mereka kehilangan pekerjaan dan tidak punya penghasilan.
Muhajira mengaku sempat berpikir untuk menjual anak perempuannya, tetapi ia mundur dan mengandalkan Tuhan. Warga lainnya bernama Nouriya berdiri di samping lima wanita lainnya.
Semuanya mengenakan burqa biru yang dianjurkan oleh Taliban untuk dikenakan oleh wanita di negara itu. Ia menceritakan, setelah kematian suaminya, ia mendapat sedekah dari teman-temannya tapi itu sudah berakhir.
"Kami makan nasi atau sup yang terbuat dari wortel dan lobak dan kami memasukkan potongan roti ke dalamnya, bukan daging,” kata Nouriya.
Terlihat pria dan wanita menunggu bagian roti mereka. Anak-anak bermain. Beberapa memakai sepatu yang terlalu besar untuk mereka.
Sementara itu, pemilik Toko Roti Makram El-Din mengatakan orang-orang telah kehilangan pekerjaan dan mereka tidak lagi memiliki penghasilan. "Kami dulu menggunakan empat karung tepung sehari, sekarang kami hanya menggunakan satu setengah," kata dia.
Distribusi roti yang diluncurkan merupakan bagian dari kampanye Save Afghans From Hunger yang diselenggarakan oleh seorang profesor universitas Kabul. Setidaknya 75 keluarga di tujuh distrik di ibu kota, yang saat ini diselimuti salju akan menerima jatah roti harian selama sebulan.
Afghanistan berada dalam cengkeraman bencana kemanusiaan, diperburuk oleh pengambilalihan Taliban. Lalu, negara-negara barat membekukan bantuan internasional dan akses ke aset yang disimpan di luar negeri. Lowongan pekerjaan menipis dan banyak pekerja pemerintah belum dibayar selama berbulan-bulan.
Afghanistan hampir seluruhnya bergantung pada sumbangan asing di bawah pemerintah yang didukung Amerika Serikat (AS) sebelumnya. Perserikatan Bangsa-Bangsa telah memperingatkan separuh negara itu terancam kekurangan pangan.