REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Percakapan yang di dalamnya terdapat penyampaian argumen tidak jarang berujung pada perdebatan dan pertengkaran sengit. Padahal sejatinya, sebuah percakapan yang baik semestinya diisi dengan dialog dan musyawarah agar menghindari perdebatan tidak bermanfaat.
Mengutip artikel di laman Islamweb, dialog dan argumen memiliki arti yang sama, yaitu pertukaran pendapat tentang topik tertentu. Namun, dialog dilakukan dengan cara yang sopan dan masing-masing pihak mendengarkan yang lainnya, bertukar perspektif budaya, dan menarik perhatian satu sama lain pada poin-poin yang mungkin terlewatkan.
Sebaliknya, argumen yang tercela lebih merupakan perseteruan dari kata-kata teriakan karena merupakan dialog yang melibatkan pertengkaran verbal. Masing-masing berusaha meyakinkan orang lain tentang pendapatnya, bahkan jika dia menggunakan bukti palsu untuk membuktikan sudut pandangnya.
Dengan demikian, dialog adalah argumen. Akan tetapi, bagaimana menentukan pertukaran pendapat yang diberikan adalah dialog dan bukan argumen?
Dalam sebuah dialog, lawan bicara ingin bertukar sudut pandang daripada meyakinkan satu sama lain tentang pendapat mereka. Selain itu, lawan bicara memiliki dua tampilan dasar, mereka tahu tujuan dialog dan topik yang sedang dibahas, dan mereka menunjukkan sopan santun dan kesopanan. Hal inilah yang menjadikan dialog menyenangkan dan sopan (beradab).
Sebagaimana Allah berfirman dalam Alquran, "Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhan dan melaksanakan sholat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menginfakkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka." (QS. 41:38).