Undang-undang tersebut telah dikritik karena menargetkan komunitas Muslim Prancis yang terbesar di Eropa dengan 3,35 juta penganut. Aturan tersebut pun memberlakukan pembatasan pada banyak aspek kehidupan Muslim.
Menurut laporan tersebut, penutupan badan pemantau Prancis Collectif contre l'islamophobia en France (CCIF) menjadi contoh seberapa jauh Islamofobia negara berkembang. Organisasi nirlaba yang memerangi diskriminasi terhadap Muslim di Prancis itu dibentuk pada 2003 dan dibubarkan pada 2020.
Hafez pun membahas Islamofobia di Prancis, Jerman, dan Austria. "Jerman secara keseluruhan telah mendokumentasikan lebih dari 31 ribu kasus kejahatan kebencian, termasuk 901 kejahatan kebencian anti-Muslim," katanya.
Menurut Hafez, Prancis pada saat yang sama hanya mencatat total 1.142 kasus kejahatan kebencian termasuk 235 kasus terhadap Muslim. "Jadi, daripada menyarankan kejahatan kebencian terhadap Muslim lebih banyak terjadi di Jerman daripada di Prancis, orang lebih cenderung mempertanyakan seberapa serius otoritas kepolisian Prancis mendokumentasikan kejahatan kebencian secara umum," katanya.
Edisi laporan tahun ini mengumpulkan 37 cendekiawan, pakar, dan aktivis masyarakat sipil lokal yang berspesialisasi dalam rasialisme dan hak asasi manusia. Laporan ini pun melibatkan 31 laporan negara dan menyelidiki secara rinci dinamika mendasar yang secara langsung atau tidak langsung mendukung kebangkitan rasialisme anti-Muslim di Eropa pada 2020.