Kamis 30 Dec 2021 12:23 WIB

Islamofobia di Eropa Makin Buruk pada 2020

Muslim Prancis dan Austria mengalami Islamofobia yang dilegitimasi negara.

Rep: Dwina Agustin/Dea Alvi Soraya/ Red: Ani Nursalikah
Islamofobia di Eropa Makin Buruk pada 2020. Sekelompok wanita berunjuk rasa di Prancis menuntut dihentikannya Islamofobia. Sekjen PBB Antonio Guterres menyuarakan keprihatinan atas meningkatnya Islamofobia. Ilustrasi.
Foto: Christophe Petit/EPA
Islamofobia di Eropa Makin Buruk pada 2020. Sekelompok wanita berunjuk rasa di Prancis menuntut dihentikannya Islamofobia. Sekjen PBB Antonio Guterres menyuarakan keprihatinan atas meningkatnya Islamofobia. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Laporan baru berjudul European Islamophobia Report 2020 yang dirilis pada Rabu (29/12) menyatakan Islamofobia di Eropa memburuk. Laporan ini menilai Muslim Prancis dan Austria berada di tangan kekerasan negara yang brutal yang dilegitimasi atas nama undang-undang kontraterorisme.

Laporan setebal 886 halaman ini diedit bersama oleh profesor hubungan internasional di Turkish-German University yang berbasis di Istanbul Enes Bayrakli dan ilmuwan politik dari Bridge Initiative Universitas Georgetown Farid Hafez. "Melihat kembali enam tahun terakhir, banyak pengamat akan sepakat keadaan Islamofobia di Eropa bukan hanya tidak membaik, tetapi memburuk, jika tidak mencapai titik kritis,” tulis mereka dalam laporan tahunan yang diterbitkan sejak 2015 itu.

Baca Juga

Para editor mengatakan itu adalah salah satu alasan mengapa mereka memilih gambar seorang politikus untuk sampul depan edisi tahun ini. Sampul laporan itu menampilkan Presiden Prancis Emmanuel Macron yang dinilai secara luas dianggap mewakili politik moderat dan arus utama pergerakan.

"Fakta ini berfungsi sebagai pengungkapan lebih lanjut bahwa pusat tersebut telah menjadi lebih ekstrem dalam kaitannya dengan Islamofobia," ujar mereka dikutip dari Anadolu Agency.

Bayrakli menyatakan laporan itu menunjukkan Macron muncul di sampul laporan karena kebijakannya. Dia mengacu pada undang-undang anti-separatisme di Prancis, yang diklaim pemerintah dimaksudkan memperkuat sistem sekuler Prancis. Sementara para kritikus percaya undang-undang itu membatasi kebebasan beragama dan meminggirkan Muslim.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement