REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) ke-34 akan segera digelar di Provinsi Lampung pada 22-23 Desember 2021 mendatang. Forum terbesar warga nahdliyin ini mengangkat tema "Satu Abad NU: Kemandirian dalam Berkhidmat untuk Peradaban Dunia".
Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Afifuddin Muhajir mengatakan, tema Muktamar NU tersebut menunjukkan bahwa NU kedepannya harus mandiri secara ekonomi, politik, dan keilmuan.
Kiai Afif menjelaskan, kemandirian itu bisa diartikan anti-intervensi atau tidak mudah untuk diwarnai. Karena itu, menurut dia, NU harus bisa mewarnai segala situasi dan kondisi. “Oleh karena itu, yang bisa mewarnai dan tak bisa diwarnai itu harus kuat posisinya di bidang ekonomi maupun politik, termasuk dalam soal keilmuan,” ujar Kiai Afif saat dihubungi Republika, Senin (20/12).
Kiai Afif melihat, sampai saat ini NU masih belum mandiri, karena masih bisa diwarnai oleh orang-orang yang punya kepentingan politik. “NU ini kan sangat besar, memiliki warga yang sangat besar, oleh karena itu menjadi incaran semua pihak, termasuk orang-orang yang punya kepentingan politik, seirngkali dimanfaatkan,” ucapnya.
Wakil Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah Situbondo ini mengatakan, untuk mewujudkan kemandirian tersebut, NU harus lebih memperkuat diri. “Mencapai kemandirian ya memperkuat diri sendiri, bagiamana ia menjadi kuat,” kata Kiai Afif.
Dalam kemandirian politik, menurut Kiai Afif, bukan berarti NU harus melepaskan diri sepenuhnya dari persoalan politik, tapi NU harus menjadikan politik itu sebagai sarana untuk mencapai tujuan. Menurut dia, keterlibatan NU dalam politik haruslah dalam koridor politik kebangsaan dan kenegaraan, bukan terlibat dalam politik praktis.
“Politik kan tidak bisa dihindari, tapi harus dilihat hanya sebagai sarana untuk mencapai tujuan, bukan tujuan itu sendiri,” kata ulama ahli ushul fikih ini.
Sementara itu, pengamat Politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Ali Munhanif mengatakan, dalam momentum Muktamar kali ini pada intinya NU harus semakin menekankan diri sebagai sebuah organisasi civil society.
“NU harus menekankan diri sebagai organisasi yang civil society yang betul-betul mengutamakan aspek-aspek civility, civicness, transformasi masyarakat dan seterusnya. Jadi, tidak terganggu dengan agenda politik yang lebih praktis,” ujarnya
Dia pun menyambut baik Muktamar NU yang mengangkat tema tentang kemandirian. Menurut dia, Ketum PBNU yang terpilih nantinya harus bisa mengemban misi ini. “Harus kita sambut baik ke arah sana. Mudah-mudah lah siapa yang terpilih bisa mengemban misi itu secara lebih sustainable, menjadi kebijakan organisasi itu,” ucapnya.
Ali Munhanif juga berharap NU kedepannya bisa lebih mandiri lagi baik secara ekonomi maupun politik. “Itulah harapan kita semua. Siapapun yang terpilih sebaiknya memang terus menerus mendorong untuk kerja yang mengembangkan perabadan, civility, pendidikan civic, dan seterusnya, itu yang paling penting,” jelasnya.
Ketua Panitia Muktamar NU, Imam Azis menjelaskan, tema Muktamar kali ini menjadi agenda besar NU ke depan, sehingga NU perlu melakukan berbagai refleksi atas keberhasilan yang selama ini telah dicapai, selama hampir satu abad.
“Yang masih menjadi problem kita ini adalah kesejahteraan sosial ekonominya. Meskipun ini sangat relatif, tapi pada umumnya warga NU belum mencapai taraf kehidupan yang ideal. Karena itu, kesejahteraan ini harus menjadi fokus untuk melengkapi capaian-capaian yang sudah ada,” kata Imam saat berbincang dengan Republika beberapa waktu lalu.