Rabu 01 Dec 2021 15:53 WIB

Surat Rais Aam PBNU Dinilai Sudah Sesuai AD/ART

Belum ada mekanisme arbritase dalam menyelesaikan konflik Syuriah dan Tanfidziyah.

(ilustrasi) logo nahdlatul ulama
Foto: tangkapan layar wikipedia.org
(ilustrasi) logo nahdlatul ulama

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Rais Syuriah PCI NU Tiongkok, KH Imron Risyadi Hamid menilai, surat perintah Rais Aam NU, KH Miftachul Akhyar, sudah sesuai dengan ketentuan. Karena belum ada mekanisme arbritase jika ada masalah antara Rais Syuriah dan Tanfidziyah maka dikembalikan ke aturan yang lebih tinggi, yaiut anggaran dasar (AD).

“Dalam AD jelas bahwa Rais Syuriah merupakan lembaga yang tertinggi,” kata KH Imron, Selasa (30/11).

Baca Juga

KH Imron Risyadi Hamid mengatakan NU sejak berdiri hingga sekarang adalah lembaga milik ulama, bukan seperti partai. Hirarkhi kepemimpinan di NU di posisi tertinggi adalah Rais Syuriah.  “Dalam Anggaran Rumah Tangga juga diatur bahwa Rais Syuriah itu juga berwenang mengendalikan kebijakan umum,” kata KH Imron.

 

Posisi lembaga Tanfidziyah adalah pelaksana dari kebijakan yang diambil Rais Syuriah. Tidak ada dalam sejarah NU fungsi kesetaraan antara Tanfidziyah dengan Syuriah.

"Dalam konteks muktamar, surat perintah yang dikeluarkan Rais Aam PBNU sebenarnya konteksnya internal, yang meminta panitia untuk melaksanakan muktamar pada 17 (Desember 2021),” jelas KH Imron.

Adapun dasarnya, kata KH Imron, karena pemerintah sudah menyatakan akan ada PPKM 23 Desember hingga 2 Januari 2022. “Inikan bersamaan dengan pelaksanaan muktamar. Artinya perubahan tanggal pelaksanaan itu sudah keniscayaan,” ungkapnya.

Atas kondisi ini, pada 4 Desember dilakukan rapat antara Tanfidziyah, Sekjen, Rais Aam, Khatib Aam yang berakhir deadlock. Sayangnya, lanjut Gus Imron, belum ada mekanisme arbritase kalau terjadi persengketaan antara Rais Syuriah dan Tanfidziyah dalam memutus sebuah perkara.

“Karena belum diatur maka seharusnya kembali ke aturan yang lebih tinggi yaitu Anggaran Dasar. Dalam Anggaran Dasar jelas, bahwa pemimpin tertinggi adalah Rais Syuriah,” ungkap KH Imron. Langkah Rais Aam KH Miftachul Akhyar yang menyurati dan memerintahkan panitia muktamar, menurut KH Imron, dibenarkan oleh AD.

Hal lain yang menjadi pertimbangan Muktamar PBNU digeser tidak di 2022, menurut KH Imron, karena Konbes NU tahun 2020 dengan Konbes NU 2021 sama-sama meminta pelaksanaan Muktamar PBNU pada 2021. “Mandat kepengurusan Muktamar PBNU Jombang itu juga hanya sampai Agustus 2020. Ini sudah terlambat setahun lebih,” jelas KH Imron.

Selain itu, lanjutnya, memajukan pelaksanaan muktamar ke 17 Desember 2020 memiliki arti penting juga, yaitu ada kepastian belum diadakannya PPKM Covid-19.  “Kalau Januari tidak ada jaminan. Kalau ada kenaikan kasus Covid-19, kita harus nunggu kapan lagi?” ungkapnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement