REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Delegasi Pondok Pesantren Salafiyah dan Pesantren Modern yang dipimpin oleh Waketum DMI Komjen Pol (P) Dr Syafruddin dan Ketua Umum Forum Komunikasi Pesantren Muadalah (FKPM) diterima oleh Wakil Grand Syaikh Al-Azhar Prof Dr Muhammad Ad-Duwainy, Ahad (28/11), di kantornya di Masyikhotul Azhar.
Pertemuan juga dihadiri oleh Sekjen Lembaga Riset Al-Azhar atau yang dikenal dengan Majma Al-Buhus Al-Islamiyyah, Syaikh Prof Dr Nadhir Ayyadh serta Penasehat Grand Syaikh Al-Azhar Ambassador Abdurrahman Musa dan Atdikbud KBRI Kairo Prof Bambang Suryadi.
Syaikh Ad-Duwaini menyambut dan mengapresiasi peranan pesantren dalam proses pendidikan dan pembinaan masyarakat Indonesia dengan menyebarkan wasatiyyat Islam di Indonesia. Syaikh Duwainy juga mengapresiasi hubungan baik Indonesia Mesir yang telah terjalin dengan baik, khususnya dengan Al-Azhar dimana ribuan mahasiswa Indonesia belajar di Al-Azhar, dan perasaan cinta yang tinggi masyarakat Indonesia kepada Al-Azhar.
Ketua delegasi Komjen Pol (P) Syafruddin menyampaikan ucapan terima kasih dan apresiasi kepada pemerintah Mesir yang selama ini telah memberikan perhatian dan jaminan keamanan kepada mahasiswa Indonesia di Mesir. Syafruddin menjelaskan bahwa para alumni Al-Azhar ini akan menjadi duta Al-Azhar dalam menyebarkan nilai-nilai wasathiyyat Islam, dimana Al-Azhar sebagai pusat ilmu pengetahuan Islam dan peradaban.
Menurut Syafruddin, kiprah alumni Al-Azhar telah menyebar di berbagai bidang, terutama di bidang pendidikan melalui pesantren. Dengan demikian, kontribusi Al-Azhar melalui alumninya sungguh besar dalam konteks kehidupan keumatan dan kebangsaan.
Pimpinan Pondok Modern Gontor Prof Dr KH Amal Fathullah Zarkasyi, MA yang juga Ketua Umum Forum Komunikasi Pesantren Muadalah menyampaikan ucapan terima kasih Al-Azhar atas perhatian, pembinaan dan dukungannya kepada seluruh mahasiswa Indonesia.
Pelajar Indonesia di Al-Azhar yang kini berjumlah lebih dari 10 ribu mahasiswa, menurut Syaikh Duwaini, adalah delegasi pelajar asing terbesar dari seluruh dunia. Mahasiswa asing di Al-Azhar, kini terdiri dari 112 kewarganegaraan dari seluruh dunia. Sebagian dari mereka tinggal di asrama Al-Azhar yaitu di Madinatul Bu'ust Al-Islamiyyah atau Islamic Mission City.
Wakil Grand Syaikh dan Sekjen Majma' Buhus menyambut baik niatan degelasi dari berbagai pesantren modern dan salafiyah itu untuk mengajukan Mu'adalah dengan Al-Azhar. Menurutnya bahwa Al-Azhar akan menerima mahasiswa asing dari manapun, selama sesuai dengan prosesur dan mekanisme yang berlaku, yaitu memiliki ijazah muadalah dengan Al-Azhar.
Dalam kesempatan tersebut, Prof Ad-Duwany mengarahkan kepada Sekjen Majma' Al-Buhus untuk membantu dan mempercepat proses mu'adalah sehingga para calon mahasiswa Indonesia ke depan dapat studi ke Al-Azhar melalui mekanisme yang benar.
Penasehat Grand Syaikh Abdurrahman Musa menceritakan hubungan baik Al-Azhar dengan Indonesia, ditandai dengan dua kali kunjungan Grand Syaikh Al-Azhar ke Indonesia. Grand Syaikh sangat senang dan merasakan bagaimana cintanya masyarakat Indonesia terhadap Al-Azhar.
Mu'adalah Ijazah dengan Al-Azhar menjadi mutlak karena disyaratkan oleh Al-Azhar sebagai syarat utama untuk masuk mendaftar kuliah di Al-Azhar.
Menurut koordinator urusan Mu'adalah KH. Iwan Sofyan dan KH. Oyong Sofyan, gelombang pertama ini ada lebih dari 50 pondok pesantren yang mengajukan muadalah dengan Al-Azhar, antara lain Pondok Termas Pacitan, As-Shiddiqiyah Jakarta, Al-IkhlasTaliwang, Al-Mizan Banten, Darel Azhar Banten, Manahijussadat Banten, Darul Quran Tangerang, Al-Amien Madura, Mawaridussalam Medan, Al-Hikmah 1 Brebes, Al-Mujtama' Al-Islamy Lampung, Baitul Hidayah Bandung, Darussalam Bogor, Al-Amanah Al-Gontory Tangerang, Al-Basyariyah Bandung, Al-Falah Ploso Kediri, Tebuireng Jombang, Al-Masduqiyah Probolonggo, Al-Islah Bondowoso, Miftahul Huda Manonjaya, Al-Bahjah Cirebon, MHS Babakan Ciwaringin Cirebon, Al-Azhar Muncar Banyuwangi, Aisyah Bojonegoro dan lain-lain.
Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI Kairo yang ikut mendampingi menyatakan siap memfasilitasi proses pengajuan Mu'adalah tersebut sesuai dengan prosedur dan mekanisme yang berlaku.
Dihubungi oleh media, Ketua Umum Forum Komunikasi Pesantren Muadalah (FKPM) Prof Dr KH Amal Fathullah Zarkasyi menegaskan bahwa pondok-pondok pesantren tersebut memiliki kualitas dan memenuhi kualifikasi dan kompentensi yang standar, mereka memiliki kurikulum yang baik, jumlah santri yang memenuhi syarat dan kelembagaan yang kuat.
Berkas-berkas muadalah mereka telah disiapkan sejak dari Indonesia sesuai dengan prosedur yang ditentukan oleh Al-Azhar dan perundang-undangan di Indonesia yang kemudian dilagilasi di KBRI dan Kementerian Luar Negeri Mesir.
Dalam kesempatan pertemuan tersebut, Pengasuh Pondok Pesantren Termas KH. Luqman Hakim Haris Dimyati menyerahkan buku kepada Wakil Grand Syaikh Al-Azhar, dimana kakek beliau KH. Abdul Manan At-Tarmasi merupakan orang Indonesia pertama yang belajar di Al-Azhar pada tahun 1800an.
Semoga dengan muadalah ini, alumni-alumni dari berbagai pesantren salafiyah dan pesantren modern dapat melanjutkan ke Al-Azhar seauai dengan prosedur yang benar.