Senin 22 Nov 2021 16:16 WIB

Kearifan Lokal Kunci Terjaganya Kerukunan di Kuala Tungkal

Toleransi di Kuala Tangkal terbangun dengan prinsip persaudaran

Rep: Muhyiddin/ Red: Nashih Nashrullah
Umat Kristiani membersihkan halaman Gereja Pantekosta di Indonesia yang berdampingan dengan rumah warga Tionghoa di Sungai Nibung, Tungkal Ilir, Tanjungjabung Barat, Jambi, Jumat (29/1/2021). Kelurahan Sungai Nibung di kabupaten pesisir timur provinsi itu merupakan Desa/Kelurahan Sadar Kerukunan Provinsi Jambi 2018 yang memiliki tiga rumah ibadah (gereja, kelenteng, dan masjid) yang dibangun hampir berdekatan di perkampungan Jalan Lintas Jambi-Kuala Tungkal.
Foto:

Peneliti Balai Litbang Agama Jakarta, M Agus Noorbani, mengatakan  wujud kerukunan umat beragama di Tungkal Ilir telihat pada saat perayaan hari besar keagamaan.

Dalam penelitiannya, Agus menjelaskan bahwa Tanjung Jabung Barat terkenal sebagai daerah yang kerap melakukan perayaan haul Syekh Abdul Qadir Jaelani. Kegiatan haul ini biasanya diisi dengan pengajian dzikir akbar, dan taklim.

Agus mengungkapkan, Pondok Pesantren Baqiyatush Shalihat di kelurahan Sungai Nibung biasanya menjadi pusat kegiatan di Tungkal Ilir. 

Tamu yang datang saat haul tidak hanya warga setempat tapi juga dari berbagai daerah. Selain itu, menurut dia, banyak warga non Muslim yang juga membantu menyediakan parkir untuk para tamu itu.

Halaman parkir Kelenteng dan Vihara yang luas dan berdekatan dengan pondok pesantren digunakan untuk parkir kendaraan para tamu. Bahkan, jamaah berbagai agama juga menyediakan minuman kepada para tamu yang menghadiri acara haul tersebut.

Dalam penelitian Balai Litbang Agama Jakarta ini diungkapkan bahwa tradisi saling kunjung pada saat perayaan hari besar keagamaan juga masih dilakukan di Kuala Tungkal. 

Pada hari raya Imlek misalnya, guru-guru dan masyarakat Muslim datang berkunjung. Sebaliknya, saat Hari Raya Idul Fitri, masyarakat Tionghoa juga berkunjung ke rumah umat Islam.

Selain Hari Raya, menurut Agus, pada saat hari besar keagamaan lainnya juga banyak umat agama lain yang ikut. Sebagai contoh, saat perayaan Maulid Nabi banyak siswa-siswa non-Muslim yang mengikuti acara tersebut. Sementara, saat perayaan agama lain, guru-guru Muslim juga bertandang ke rumah guru pendidikan agama Buddha.

Potret kerukunan umat beragama yang terjadi di Kuala Tungkal tersebut merupakan buah dari kearifan lokal masyarakat. 

Sekretaris Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Ferdy Efendi mengatakan, terbentuknya kerukunan umat beragama di Kuala Tungkal bukanlah proyek dari pemerintah.

“Kalau di sini benar-benar kearifan lokal. Jadi mulai hubungan sosial kemasyarakatan, perekonomiannya, bahkan pembangunan rumah ibadah benar-benar kearifan lokal,” jelas Ferdy saat diwawancara Agus dalam penelitiannya.

Pusat pemerintahan Kabupaten Tanjung Jabung Barat terletak di Kota Kuala Tungkal. Wilayah kota ini berada di dalam lingkup Kecamatan Tungkal Ilir.

Baca juga: Nasihat KH Mashum Sufyan Supaya Tiru Filosofi Beras

Berdasarkan latar belakang keragamaan penduduk Kuala Tungkal, daerah ini membuat semboyan “Kota Bersama" yang digagas pada 1985. Arti dari semboyan ini adalah “Kita semua di sini bersaudara, bersama”.

 

“Jadi mereka punya semboyan sebagai kota bersama. Nah, kota bersama itu maksudnya tidak ada yang berhak merasa menjadi warga pribumi, dan tidak boleh menganggap siapapun itu sebagai warga pendatang,” kata Agus kepada Republika.co.id beberapa waktu lalu.     

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement