REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Gerakan Pemuda (GP) Ansor, Luqman Hakim mengatakan bahwa tertangkapnya dua orang anggota Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang merupakan terduga teroris merupakan tamparan keras. Menurutnya, peristiwa tersebut menjadi momentum bagi MUI untuk melakukan klasifikasi terhadap pengurusnya di tingkat pusat maupun daerah.
Langkah pertama yang dapat dilakukan MUI adalah menggandeng Badan Intelijen Negara (BIN) dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) untuk melakukan kualifikasi terhadap pengurusnya di tingkat pusat hingga daerah. Sebab tak dapat dipungkiri, penangkapan tersebut membuat citra MUI menurun di masyarakat.
"Saya khawatir ke depan tidak hanya dua, tetapi bisa lebih. Oleh karena itu lebih baik MUI sendiri yang melakukan upaya bersih-bersih ke dalam," ujar Luqman dalam sebuah diskusi daring, Ahad (21/11).
Kedua, MUI harus lebih berhati-hati dalam merekrut orang yang akan menduduki kursi kepengurusan pusat maupun daerah. Terutama dalam kepengurusan bagian fatwa dan keuangan.
Ia menjelaskan, sangat mengkhawatirkan jika ada anggota terorisme yang menyusup ke dalam kepengurusan bidang fatwa MUI. Sebab, mereka dapat menanamkan paham terorisme dan radikalisme dalam fatwa yang akan dikeluarkan. "Jangan sampai kemudian ada figur-figur yang diam-diam ternyata menjadi bagian dari jaringan teroris menyusup ke sana," ujar Luqman.
Ia pun mengapresiasi profesionalitas Densus 88 Antiteror Polri dalam menangkap tiga terduga anggota terorisme Ahmad Zain an-Najah (AZA), Anung al-Hamad (AA), dan Farid Ahmad Okbah (FAO). Ia juga memastikan, penangkapan tersebut bukan merupakan kriminalisasi ulama.
"Menurut cara pandang kami, tidak ada itu penangkapan ulama, kriminalisasi terhadap ustadz. Kalau misal ada kriminalisasi terhadap ustadz, korban terbesarnya itu ulama," ujar Wakil Ketua Komisi II DPR itu.