REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA – Setelah disimpan selama 104 tahun, keluarga Palestina yang diwakili Ragheb al-Aloul menyerahkan kepada duta besar Turki untuk wilayah Palestina sebuah kantong berisi bendera Turki dan Palestina serta uang kertas lama. Barang ini ditinggalkan seorang perwira Ottoman yang akan berangkat mengikuti Perang Dunia I.
Pada 1917, di kota Nablus di Palestina, sebelum berangkat ke Perang Dunia I, seorang perwira tentara Ottoman memberi keluarga Palestina sebuah tas kecil berisi bendera Turki dan Palestina dan selembar kain yang membungkus beberapa uang kertas tua dari berbagai denominasi.
Pada 4 November lalu, setelah menyimpan kantong itu selama bertahun-tahun, keluarga Aloul menyerahkannya kepada penasihat Turki di Yerusalem, Ahmet R Demirer, dalam sebuah upacara yang diadakan di markas besar Kegubernuran Nablus.
Upacara tersebut juga dihadiri Gubernur Nablus Mayjen Ibrahim Ramadhan, Walikota Iyad Khalaf, dan beberapa anggota keluarga al-Aloul yang telah memegang barang berharga dan bersejarah itu.
Demirer selaku dubes Turki untuk Palestina juga mengucapkan terima kasih kepada keluarga Aloul yang telah setia menjaga kantong tersebut. Dia pun mengungkapkan kebahagiaannya karena telah mengunjungi kota Nablus dan berpartisipasi dalam acara tersebut.
"Orang-orang Turki dan Palestina memiliki banyak kesamaan. Kami berpisah 100 tahun yang lalu, tetapi itu adalah pemisahan administratif. Hati kami tetap bersama, harta dari masa lalu ini akan menjadi simbol persahabatan dan sejarah bersama," kata Demirer dilansir dari Al-Monitor, Ahad (14/11).
Dalam upacara tersebut, Ragheb al-Aloul yang berusia 74 tahun menceritakan kisah yang diceritakan ayahnya beberapa tahun lalu. Aloul mengatakan, ayahnya berteman dengan seorang perwira Ottoman yang kemudian meminta bantuan untuk menjaga harta pribadinya. Dia pun memberikan tas itu kepada saudaranya bernama Omar, pedagang terkenal di Nablus, agar disimpan sampai perwira itu kembali.
Keluarga Aloul telah menunggu kerabat perwira untuk kembali dan mengambil tas itu. Namun seiring berjalannya waktu dan tidak ada yang muncul, anggota keluarga memutuskan bahwa yang terbaik adalah menyerahkannya kepada pemerintah Turki. "Kantong itu tetap di brankas selama beberapa generasi. Perwira Ottoman itu tidak pernah kembali untuk mengambilnya kembali," kata Ragheb Aloul.
Dia melanjutkan, kantong itu berisi 152 lira Turki, yang berasal dari 18 Oktober pada tahun 1331 H, dengan kata-kata Turki tertulis di atasnya tetapi dalam huruf Arab. Uang kertas itu memuat tanda tangan Sultan Muhammad Rashada, atau Mohammed V. Uang itu disimpan di brankas besi di pabrik keluarga. Para ahli Turki memperkirakan bahwa uang kertas itu bernilai sekitar 30 ribu dolar pada saat itu.
Hassan Sobeih, salah satu pejabat kota tua Nablus, menyampaikan, fakta bahwa keluarga al-Aloul mengembalikan kepemilikan adalah bukti kesetiaan yang mengakar dari keluarga ini. Kota tua Nablus adalah salah satu dari tiga provinsi yang didirikan oleh Ottoman di Levant, lebih dari 500 tahun yang lalu.
"Rumah-rumah kota, istana, masjid, jalan, dan pemandian semuanya dibangun dengan gaya arsitektur Ottoman, yang menunjukkan minat besar Kekaisaran Ottoman di Nablus pada saat itu," katanya.
Baca juga : Utang Luar Negeri Tembus Rp 6.000 T, BI: Tetap Terkendali
Wasfi Hijazi yang berasal dari lingkungan al-Yasmina di Nablus mengatakan, kembalinya kepemilikan Ottoman mencerminkan ketulusan dan kesetiaan keluarga Nablus sejak zaman dahulu.
Kekaisaran Ottoman yang memerintah Palestina selama empat abad berturut-turut, memblokir migrasi Yahudi ke Palestina selama era Sultan Abdul Hamid II.
Guru sejarah di sebuah sekolah menengah di Nablus, Hijazi, menambahkan, di bawah pemerintahan Ottoman, Palestina menyaksikan periode yang berkembang, dengan pembangunan jalan lebar dan kereta api yang menghubungkan berbagai kota Palestina, dan rumah perawatan untuk memberi makan orang miskin dan membutuhkan.
Dia berharap, sikap keluarga Aloul akan mendorong Turki untuk lebih mengkonsolidasikan hubungan dengan Palestina.
Palestina berada di bawah kekuasaan Utsmaniyah dari tahun 1516 hingga 1917, tahun ketika Inggris menduduki wilayah tersebut setelah mengalahkan tentara Utsmaniyah dalam Perang Dunia I.
Sumber: al-monitor