REPUBLIKA.CO.ID, ABU DHABI -- Pemerintah Abu Dhabi, Uni Emirat Arab merilis dekrit baru yang mengatur urusan sipil warga non-Muslim. Dengan dekrit baru tersebut, warga non-Muslim bisa menikah, bercerai, dan mendapatkan hak asuh anak bersama di bawah hukum perdata di Abu Dhabi.
Selama ini, undang-undang sipil tentang pernikahan dan perceraian didasarkan pada prinsip-prinsip syariah Islam, seperti di negara-negara Teluk lainnya. Menurut laporan media negara WAM, kebijakan baru dibuat untuk mempertahankan keunggulan kompetitif negara sebagai pusat komersial regional.
Menurut Presiden Federasi Tujuh Emirat UEA Sheikh Khalifa bin Zayed al-Nahayan mengatakan undang-undang tersebut mencakup pernikahan sipil, perceraian, tunjangan hak asuh anak bersama, akta kelahiran, dan warisan.
"Ini bertujuan meningkatkan posisi dan daya saing global emirat sebagai salah satu tujuan paling menarik untuk bakat dan keterampilan," kata laporan WAM dilansir dari Al Araby, Senin (8/11).
WAM menuturkan hukum perdata ini menjadi yang pertama di dunia mengatur masalah sipil dan masalah keluarga non-Muslim yang sesuai dengan praktik terbaik internasional. Pengadilan baru untuk menangani masalah keluarga non-Muslim juga akan dibentuk di Abu Dhabi dan akan beroperasi dalam bahasa Inggris dan Arab.
UEA tahun lalu memperkenalkan sejumlah perubahan hukum di tingkat federal, termasuk dekriminalisasi hubungan seksual pranikah dan konsumsi alkohol. UEA juga membatalkan keringanan hukuman terkait pembunuhan demi kehormatan dengan alasan apapun. Reformasi ini termasuk cara UEA memperkenalkan visa jangka panjang, telah dilihat sebagai cara bagi negara Teluk untuk menarik investor asing hingga menggenjot sektor pariwisata.