REPUBLIKA.CO.ID, WELLINGTON -- Teroris masjid Christchurch di Selandia Baru sedang mempertimbangkan mengajukan banding atas hukuman penjara seumur hidup dalam peristiwa penembakan massal 2019. Pengacaranya menyampaikan hal ini dilakukan dengan alasan pengakuan bersalahnya dibuat di bawah tekanan.
Dilansir dari laman Aljazirah pada Senin (8/11), teroris masjid seorang supremasi kulit putih, Brenton Tarrant mengaku bersalah atas 51 tuduhan pembunuhan, 40 percobaan pembunuhan dan satu terorisme pada Maret tahun lalu. Dia dijatuhi hukuman penjara seumur hidup tanpa kemungkinan pembebasan bersyarat.
Hal ini menjadi yang pertama kalinya hukuman seumur hidup dijatuhkan di Selandia Baru. Tarrant tidak memberikan pembelaan pada saat itu. Akan tetapi pengacaranya Tony Ellis mengatakan warga negara Australia berusia 31 tahun itu sekarang mempertanyakan keputusannya mengaku bersalah.
Ellis mengatakan Tarrant memberitahunya pembelaan itu dilakukan di bawah tekanan. Hal ini karena dia mengalami perlakuan yang tidak manusiawi dan merendahkan martabat saat ditahan.
"Dia memutuskan jalan keluar paling sederhana adalah mengaku bersalah," kata Ellis.
Berbekal senjata semi-otomatis, Tarrant menyerang jamaah sholat Jumat di masjid Al Noor Christchurch dan Masjid Linwood pada Maret 2019. Dia juga menyiarkan langsung pembunuhannya. Korbannya semuanya Muslim dan termasuk anak-anak, wanita dan orang tua.
Dia mengatakan Tarrant telah memberinya sekitar 15 halaman deskripsi rinci tentang dugaan penganiayaannya. "Dengan ini, maksudnya dia menjadi sasaran perlakuan yang tidak manusiawi atau merendahkan martabat saat ditahan, yang mencegah pengadilan yang adil," tulis Ellis pekan lalu dalam sebuah memorandum.