Kamis 07 Oct 2021 16:32 WIB

Indonesia dan Agenda Perdamaian Global

Indonesia satu dari delapan negara penyumbang pasukan jaga damai terbanyak di dunia.

Indonesia dan Agenda Perdamaian Global. Menteri Luar Negeri Retno Marsudi bersilaturahim ke Kantor Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah di Yogyakarta. Kedatangan Menlu diterima langsung Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir.
Foto:

Perempuan dalam misi perdamaian

Pembahasan keterlibatan perempuan dalam misi jaga damai memang bukan menjadi pokok bahasan Indonesia dalam periode presidensinya di DK PBB bulan Mei ini. Akan tetapi, semenjak terpilihnya Indonesia sebagai anggota tidak tetap dalam DK PBB tahun lalu, Indonesia telah berkomitmen meningkatkan jumlah pasukan jaga damai perempuan.

Menurut Retno, partisipasi perempuan dalam proses perdamaian mampu menciptakan perdamaian yang lebih tangguh serta berkelanjutan. Bahkan dalam debat terbuka operasi jaga damai, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres juga turut menyuarakan pentingnya peran perempuan di dalam misi jaga damai. Selama ini, perempuan masih menemui sejumlah hambatan untuk mampu terlibat aktif di dalam misi jaga damai.

Dalam diskusi bulan Institute of International Studies (IIS) Universitas Gadjah Mada (UGM) Angganararas Indriyosanti (Peneliti Klaster Peace and Conflict Studies Institute of International Studies) menjelaskan jumlah perempuan masih menempati kurang lebih satu persen dari keseluruhan pasukan perdamaian yang dikirimkan oleh Indonesia atau kurang lebih hanya satu perempuan di setiap 100 personil. Sejak 2000, peningkatan jumlah perempuan dalam misi perdamaian kurang lebih hanya 3,4 persen total pasukan jaga damai dunia. Indonesia sendiri mulai mengirimkan pasukan jaga damai perempuan sejak 2008.

Menurutnya, sejumlah penyebab yang dinilai menjadi hambatan bagi perempuan untuk terlibat lebih jauh sebagai pasukan perdamaian internasional di antaranya adalah pertama, keberadaan perempuan masih dianggap tidak relevan dalam misi jaga damai. Perkara kekerasan, hirarki, kekuatan, dan senjata dalam operasi jaga damai dianggap merupakan bagian dari sektor maskulin yang lekat dengan laki-laki.

Kedua, permasalahan pemilihan personel perempuan untuk kontingen garuda belum memberikan porsi serta kesempatan yang cukup. Ketiga, personil perempuan yang harus mendapatkan konsen dari suami ketika hendak menjadi kontingen bagian dari garuda. Keempat, perempuan tidak diturunkan ke seluruh misi penerjunan kontingen garuda. Pasukan perempuan hanya diturunkan ke misi-misi yang aman. Kelima, kemampuan berbahasa inggris baik perempuan ataupun personil Indonesia lainnya.

 

sumber : Suara Muhammadiyah
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement