Jumat 01 Oct 2021 08:38 WIB

Muslim Assam Terguncang Pascatragedi Penggusuran Mematikan

Polisi India menembaki warga yang memprotes pemindahan paksa.

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Ani Nursalikah
Keluarga Muslim yang menjadi korban kekerasan etnik di kamp pengungsi Desa Bhot Gaon, Kokrajhar, Assam, India.
Foto:

Karena surat tanah resmi itu langka, adalah umum bagi masyarakat untuk pergi bertransaksi lahan semacam ini. Pengacara di Pengadilan Tinggi Gauhati yang mewakili sebagian penduduk Dhalpur yang menentang tindakan pemerintah, Santanu Borthakur, mengatakan tidak ada keraguan itu adalah tanah pemerintah.

"Secara hukum, tidak ada larangan bagi pemerintah melakukan penggusuran," ujarnya.

Namun Borthakur menjelaskan mengapa keputusan pemerintah untuk melanjutkan penggusuran itu sewenang-wenang. Menurutnya, di Assam, orang-orang telah lama hidup di tanah yang disebut tanah pemerintah itu.

"Tanpa rencana permukiman kembali, penggusuran seperti itu seharusnya tidak terjadi," lanjutnya.

Ia mengatakan sejumlah besar masyarakat di Assam tidak memiliki akta kepemilikan. Untuk meresmikan kepemilikan tanah, pihak berwenang mengumumkan kebijakan baru di mana penduduk asli yang tidak memiliki tanah telah diberikan tanah di masa lalu.

Sesuai data hingga 20 Januari 2021, jumlah total pattas (akta hak milik) dan peruntukan tanah berjumlah lebih dari 107 ribu, yang sebagian besar terkonsentrasi di distrik Assam Atas di Golaghat, Dibrugarh, Tinsukia, Dhemaji, Lakhimpur, Sonitpur dan Jorhat. Jumlahnya nol di Salmara Selatan, sebuah distrik berpenduduk mayoritas Muslim di dekat perbatasan Bangladesh.

Ainuddin Ahmed, penasihat untuk Serikat Mahasiswa Minoritas Semua Assam, sebuah kelompok penekan yang berpengaruh, mengatakan pemerintah melakukan politik atas nama Khilonjiya (orang Pribumi) bahkan ketika tidak ada definisi siapa Khilonjiya.

"Agenda tersembunyi pemerintah adalah menargetkan Muslim, minoritas," kata Ahmed.

Ahmed mengklaim pemerintah mengklaim bahwa semua orang ini dicurigai sebagai orang asing tanpa bukti apapun. Padahal, menurutnya, semua orang itu adalah orang India.

"Mereka memiliki bukti identitas, semua dokumen dan nama mereka ada di NRC," katanya.

Baca juga : KIH Sidoarjo Diharap Dorong Industri Halal Nasional

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement