REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Uttiek M Panji Astuti, Penulis dan Traveller.
Sebuah riset dilakukan di Inggris untuk melihat keterkaitan antara fenomena Mohamed Salah atau yang lebih dikenal Mo Salah dengan menurunnya angka Islamfobia di negeri itu.
Hasil penelitian yang diberi tajuk “Can Exposure to Celebrities Reduce Prejudice? The Effect of Mohamed Salah on Islamophobic Behaviors and Attitudes (2019)”, menghasilkan kesimpulan yang menarik.
Disebutkan bahwa kejahatan rasial terkait Islamfobia di Marseyside, country di Inggris yang meliputi kota Liverpool, menurun 16 persen setelah Mo Salah bergabung dengan klub Liverpool FC.
Postingan tweet anti-muslim oleh para penggemar Liverpool FC jauh lebih rendah dari klub-klub lainya, yang diperkirakan bagian dari efek Mo Salah.
Tak hanya itu, fenomena Mo Salah juga membuat ketertarikan publik Inggris pada Islam meningkat. Bahkan, salah satu kalimat dalam yel-yel klub sepak bola itu yang terkenal adalah, “If he scores another few then I’ll be Muslim too" - Jika dia menciptakan gol-gol baru, aku pun akan menjadi Muslim.”
Bukan suatu kebetulan bahwa Mo Salah adalah orang Mesir. Ada fenomena menarik terkait kehadiran Islam di Mesir yang dihantarkan oleh Sang Panglima Amru bin Ash.
Baca juga : Penyelenggaraan Haji Terbatas Buat Masa Tunggu Kian Panjang
Sebelum Islam datang, Mesir telah memiliki peradaban yang luar biasa. Negeri kaya, penduduknya makmur dan kemajuan teknologinya spektakuler untuk ukuran zamannya.
Mereka bahkan telah menguasai teknologi hidrolik yang kita kenal sekarang untuk membuka pintu piramida secara otomatis, yang kemudian dikenal sebagai jebakan piramida.
Pintu yang bisa membuka dan menutup sendiri yang membuat siapa saja yang masuk ke dalam piramida seakan tak bisa keluar lagi. Juga teori-teori perhitungan fisika yang rumit untuk mengangkat batu-batu raksasa sampai puncaknya.
Setelah Islam datang, lebih dari 90 persen penduduk negeri ini menerima cahaya hidayah. Sekalipun agama Kristen Koptik dan kepercayaan Mesir kuno telah ada lebih dulu. Dan selama berabad-abad Islam menjadi agama mayoritas.
Menariknya lagi, saat membebaskan negeri ini pasukan Muslimin pun tak menyentuh peninggalan Mesir kuno yang tak ternilai harganya.
Mereka biarkan kuil, patung-patung raksasa, pilar kokoh berpahatkan hieroglif yang memuat ilmu pengetahuan, makam-makam yang sebelumnya digunakan sebagai tempat pemujaan, tetap berada di tempatnya.
Tak ada kekhawatiran penduduk akan tergoda kembali ke kepercayaan lama. Dan ternyata memang tidak.
Baca juga : Taliban Serahkan Uang Tunai dan Emas ke Bank Sentral
Islam menghunjam kuat dalam dada, karena mereka mengilmuinya. Terbukti dengan banyaknya institusi pendidikan luar biasa di negeri ini yang masih lestari.
Salah satu peninggalan hebat itu saya saksikan di kota Luxor. Namanya Masjid Abu Al Haggag. Masjid ini didirikan oleh seorang sufi bernama Abu Al Haggag dari Baghdad, yang hidup pada periode Abbasiyah abad 12 M.
Masjid itu menyatu dengan Luxor Temple. Abu Al Haggag memanfaatkan beberapa pilar yang menyembul sebagai tiang penyangganya. Bahkan di atas mihrab masih terlihat ornamen hieroglif.
Saya membayangkan, keterbukaan penduduk Mesir pada waktu itu tercermin pada sikap Mo Salah hari ini. Mengantarkan cahaya hidayah dengan cara yang santun.
Jakarta, 16/9/2021