Ketika itu, El-Sayed mengaku mulai frustasi. Rekan permainannya bahkan ada yang meneriakkan kata "Pulanglah, Osama!" kepadanya. Merasa cemas karena nama saudaranya disebut, El-Sayed memukul balik orang tersebut.
Wasit yang melihat hal itu segera mengibarkan bendera kuning, yang berakibat dia ditarik dari permainan. Namun koordinator pertahanannya seolah menyalahkannya dan ingin membelanya. El-Sayed merasa hal itu tidak adil baginya.
Namun, dia kerap merenungkan pelajaran hidup yang dialaminya tersebut. Dia mengingat kata-kata sang koordinator ketika mengatakan, "Anda akan menjadi Abdul El-Sayed selama sisa hidup Anda. Anda bisa menggunakannya sebagai alasan atau Anda bisa menggunakannya sebagai motivasi."
Dua puluh tahun kemudian pasca 9/11, El-Sayed mengatakan bahwa mereka, sebagai sebuah negara, masih berjuang untuk mendefinisikan 'motivasi apa, tepatnya', seperti yang diutarakan koordinatornya dahulu.
Dalam pandangan El-Sayed, para teroris yang menyerang Amerika Serikat pada 9/11 hanya mengeksploitasi Islam sebagai dalih untuk tindakan kekerasan yang berakar pada dendam kesukuan dan hanya menginginkan kekacauan.
Menurutnya, serangan-serangan tersebut mengirim Amerika Serikat ke dalam gejolak kemarahan yang menggeliat. Hal itu terbukti dari adanya perang di Afghanistan dan Irak, penipisan kebebasan sipil di Amerika Serikat, atau polarisasi masyarakat Amerika yang konsekuensinya masih dirasakan komunitas Muslim saat ini.
Dia mengatakan, logika era pasca 9/11 telah mengorbankan kebebasan kolektif dasar mereka, terutama terhadap Muslim Amerika. Orang-orang Arab, Asia Selatan, dan Afrika mendapat sorotan tajam dan hidup dalam bayang-bayang ancaman keamanan.
"Kita berjuang 20 tahun dari perang kolektif di mana kita melanggar hak-hak dasar jutaan non-pejuang untuk membuat rumah, hidup makmur, dan berkembang di tempat di mana mereka dilahirkan. Ratusan ribu kehilangan nyawa mereka. Ribuan anggota layanan dan kontraktor Amerika Serikat juga meninggal, kebanyakan dari mereka kembali ke rumah. Di antara para veteran perang ini, kematian karena bunuh diri empat kali lebih umum daripada kematian di medan perang," kata El-Sayed.