Ahad 12 Sep 2021 02:17 WIB

Muslim Chicago Jadi Target Usai Tragedi 9/11

Komunitas Muslim di Chicago terkena dampak tragedi 9/11

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Agung Sasongko
Sejumlah umat Muslim usai melaksanakan shalat tarawih di Pusat Komunitas Muslim Chicago, Senin (12/4). Umat Muslim di AS tergolong multietnis dan nasionalitas. Tercatat jumlah umat Muslim Chicago mencapai angka 350 ribu jiwa atau lima persen dari populasi. Terdapat pula penganut Islam yang merupakan warga kulit putih AS dan Hispanik (keturunan latin). Namun, sejak lama Chicago terkenal sebagai wilayah konsentrasi kaum Muslim Afro-Amerika. Meski berbeda bahasa, adat maupun budaya, akan tetapi dalam beberapa kesempatan, terutama pada ibadah shalat serta aktivitas Ramadhan, satu sama lain akan menanggalkan perbedaan untuk bersatu di bawah panji kitab suci Alquran dan sunnah Nabi. Umat Muslim Chicago benar-benar menikmati perbedaan yang ada dan mempererat tali ukhuwah di saat bersamaan. (AP Photo/Shafkat Anowar)
Foto:

Kurang dari dua bulan setelah serangan, Kongres mengesahkan Patriot Act, yang memberi pemerintah pengawasan dan akses terhadap informasi tentang semua warga negara, yang belum pernah terjadi sebelumnya. Abudayyeh mengatakan, jajak pendapat menunjukkan bahwa orang Amerika akan melepaskan kebebasan sipil mereka jika itu berarti mereka aman dan terlindungi.

"Tetapi coba tebak, mereka bukan orang yang diminta untuk melepaskan kebebasan sipil mereka. Bukan mereka yang menjadi sasaran," kata Abudayyeh.

Setelah Undang-undang Patriot muncul Sistem Pendaftaran Masuk/Keluar Keamanan Nasional (NSEERS). Sistem itu mengharuskan pria dari negara tertentu, dengan mayoritas penduduk Arab, dan yang bukan penduduk tetap AS, agar mendaftar atau melapor ke otoritas AS. Program itu dicabut 14 tahun kemudian. Para kritikus menyebutnya sebagai sebuah kegagalan total.

"Tahu berapa banyak yang dihukum karena terorisme? Nol lemak besar. Kami menyebarkan jaring lebar ini, dan kami melemparkannya ke atas komunitas Arab dan Muslim. Kami pada dasarnya memberi tahu mereka, Anda adalah musuh," lanjut Abudayyeh. 

Abudayyeh mengatakan, bias dari kebijakan tersebut masih terus berjalan. Pada Januari 2017, Presiden Donald Trump menandatangani perintah eksekutif yang melarang pengunjung dari tujuh negara berpenduduk mayoritas Muslim. Menanggapi hal itu, sekitar 5.000 pengunjuk rasa menutup sebagian Bandara Internasional O'Hare, menuntut larangan itu dicabut.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement