Jumat 13 Aug 2021 09:38 WIB

Memahami Makna Hijrah

Makna Hijrah yang sejati

Relawan dari alumni santri Al-Islam Solo menghapus tato peserta saat program Hijrah Hapus Tato di SMP 1 Al-Islam Solo, Jawa Tengah, Ahad (30/5/2021). Layanan tersebut untuk membantu warga yang ingin menghapus tato di tubuhnya.
Foto:

Kemenangan Sejati

Peristiwa hijrah ke Madinah itulah yang kemudian dijadikan dasar penentuan Kalender dalam Islam. Meskipun terjadi perbedaan pendapat tanggal dan tahun Masehi tentang peristiwa tersebut, namun para sejarawan Islam bersepakat bahwa hijrah ke Madinah terjadi pada bulan Rabi'ul Awwal, bukan bulan Muharram.

Memang, Muharram adalah bulan pertama dalam Kalender Islam. Namun, tentang momentum hijrah pada bulan Rabi'ul Awwal yang kemudian dijadikan dasar penanggalan, tentu mempunyai makna mendalam.

Tak dipungkiri, tradisi Bangsa Arab pra-Islam memang lebih mengikuti penanggalan dengan model lunisolar (Kalender Suryacandra) dan tahunnya dihubungkan dengan peristiwa terpenting dalam tahun itu. Bisa dilihat misalnya tentang kelahiran Nabi Saw pada 12 Rabi'ul Awwal yang dihubungkan dengan penyerbuan pasukan gajah yang dipimpin Raja Abrahah, maka kemudian disebut Tahun Gajah.

Demikian pula tentang Kalender Islam. Adalah Sayyidina Umar bin Khattab yang berjasa besar dalam soal ini. Di era kekhalifahannya, Kalender Islam tersebut diresmikan. Namun sejarah juga mencatat bahwa Sayyidina Ali bin Abi Thalib yang sebenarnya mempunyai ide cerdas itu. Sepupu yang sekaligus menantu Nabi ini sangat memahami, bagaimana kondisi perjuangan umat Islam. Dia yang sehari-hari juga menjadi sekretaris pribadi Nabi sangatlah memahami, dari mana perubahan itu mesti dimulai.

Konon, saat musyawarah penentuan itu, muncul beberapa usul tentang momentum yang akan digunakan sebagai dasar penanggalan Islam. Ada lima usulan tentang ini. Pertama, Momentum kelahiran Nabi Saw atau yang kemudian disebut Tahun Gajah ('Amul Fill), 571 M. Kedua, Momentum pengangkatan Nabi Muhammad Saw sebagai Rasul ('Amul Bi'tsah), 610 M. Ketiga, Momentum Isra' Mi'raj Nabi Saw. Keempat, Momentum wafatnya Nabi Saw.

Dan kelima, Momentum Hijrah Nabi Saw dari Makkah ke Madinah, atau pisah dari negeri syirik menuju negeri mukmin. Saat itu, Makkah disebut negeri syirik. Inilah usulan yang disampaikan Sayyidina Ali bin Abi Thalib, yang kemudian dipilih Khalifah Umar. Disepakati, Kalender Hijriyah namanya.

Dari penentuan itu dapat ditemukan jawabannya. Ini terkait pula dengan "bekal" sebagaimana pertanyaan Nabi di awal. Bahwa yang paling utama adalah akidah. Dengan kata lain, hijrah menggambarkan perjuangan menyelamatkan akidah. Bahwa masa depan haruslah dihadapi dengan semangat, perjuangan dan optimisme. Hijrah adalah optimisme semangat perjuangan itu sendiri.

Al-Quran secara khusus menyebutkan, hijrah menjadi saat kemenangan meskipun dalam pandangan belum juga ditampakkan, apalagi diraih (Qs. At-Taubah: 40). Harus ditegaskan di sini bahwa keberagamaan memang diukur justru saat kondisi krisis, bukan pada saat sukses.

Begitulah hijrah, merupakan titik balik kemenangan umat Islam. Kurang dari sewindu setelah peristiwa hijrah itu Nabi dan kaum muslimin telah bisa kembali "merebut" Makkah tanpa pertumpahan darah. Di sini, hijrah menjadi fondasi kemenangan sejati. Menang tanpa sekadar menguasai. Namun kemenangan dengan tetap mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan. Menang dengan prinsip kebersamaan. 

Demikian seharusnya hijrah ditanamkan. Melakukan perubahan. Transformasi justru dimulai dari diri sendiri, saat ini, dan tidak menunggu nanti. Inilah esensi hijrah, menjauhkan diri dari sikap tak terpuji. "Orang yang berhijrah (muhajir) adalah orang yang meninggalkan apapun yang menjadi larangan Tuhan." Demikian sabda Nabi Saw (Hr. Imam Bukhari).

Selamat Tahun Baru 1443 Hijriyah. Tetaplah optimis meski dalam kondisi krisis. Semoga Allah Swt senantiasa merahmati kita semua.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement