Kamis 22 Jul 2021 17:54 WIB

Penyoal Muadzin Idul Adha dan Pentingnya Literasi Beragama

Ini perspektif keilmuan agama tentang muadzin dalam shalat Idul Adha

Muadzin (ilustrasi)

Oleh : Asrorun Niam Sholeh, Pengurus MUI

Sementara itu, dalam istilah keagamaan di masyarakat kita, orang yang menyeru adzan sebagai panggilan shalat adalah muadzin. Namun, di masyarakat kita juga dikenal sebutan lain, yaitu Bilal atau sebutan lainnya. 

Dalam khazanah fikih Islam, istilah muadzin juga tidak hanya dikhususkan bagi orang yang adzan untuk pelaksanaan shalat wajib. 

Imam Syafii, pendiri madzhab Syafii yang dijadikan acuan beragama mayoritas masyarakat Muslim Indonesia, menggunakan istilah muadzin bagi seseorang yang bertugas menyeru didirikannya shalat Id. Dalam Kitab al-Umm (1/269), dijelaskan: 

وَقَالَ الزُّهْرِيُّ: «وَكَانَ النَّبِيُّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - يَأْمُرُ فِي الْعِيدَيْنِ الْمُؤَذِّنَ أَنْ يَقُولَ: الصَّلَاةُ جَامِعَةٌ» (قَالَ الشَّافِعِيُّ) : وَلَا أَذَانَ إلَّا لِلْمَكْتُوبَةِ فَإِنَّا لَمْ نَعْلَمْهُ أُذِّنَ لِرَسُولِ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - إلَّا لِلْمَكْتُوبَةِ، وَأُحِبُّ أَنْ يَأْمُرَ الْإِمَامُ الْمُؤَذِّنَ أَنْ يَقُولَ فِي الْأَعْيَادِ، وَمَا جُمِعَ النَّاسُ لَهُ مِنْ الصَّلَاةِ " الصَّلَاةُ جَامِعَةٌ " أَوْ إنَّ الصَّلَاةَ، وَإِنْ قَالَ: هَلُمَّ إلَى الصَّلَاةِ لَمْ نَكْرَهْهُ، وَإِنْ قَالَ: حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ فَلَا بَأْسَ، وَإِنْ كُنْت أُحِبُّ أَنْ يَتَوَقَّى ذَلِكَ لِأَنَّهُ مِنْ كَلَامِ الْأَذَانِ، وَأُحِبُّ أَنْ يَتَوَقَّى جَمِيعَ كَلَامِ الْأَذَانِ، وَلَوْ أَذَّنَ أَوْ قَامَ لِلْعِيدِ كَرِهْتُهُ لَهُ وَلَا إعَادَةَ عَلَيْهِ.

[الشافعي، الأم للشافعي، ٢٦٩/١] 

Dalam redaksi di atas, Imam Az-Zuhri juga menggunakan istilah "muadzin" untuk orang yang diminta menyeru "as-shalatu jami'ah" saat shalat id. 

Imam Syafii menjelaskan tidak ada adzan saat shalat Id, karena adzan merupakan seruan khusus shalat maktubah. Hanya saja Imam Syafii menyukai jika Imam meminta muadzin untuk menyeru saat shalat Id dengan seruan "as-shalata jamiah", atau "as-shalah". Atau dengan "Halumma ilas shalat" (ayo shalat). 

Imam al-Nawawi, sosok mujtahid yang menjadi rujukan utama ahli hukum Islam, juga menuliskan istilah muadzin untuk penyeru dalam shalat Id.  Dalam Kitab al-Majmu Syarh Muhadzdzab, juz 5 halaman 15, beliau mengutip perkataan Imam Syafii yang menyebutkan orang yang menyeru pelaksanaan shalat Id itu dengan istilah "muadzin", saat beliau menjelaskan pembahasan mengenai hukum adzan dan iqamah dalam shalat 'id. 

Setelah itu, Imam al-Nawawi menerangkan pandangan Imam Syafii dalam Kitab al-Umm hendaknya Imam meminta muadzin untuk mengucapkan "as-Shalatu Jami'ah" ketika shalat Id. 

قَالَ الشَّافِعِيُّ فِي الْأُمِّ وَأُحِبُّ أَنْ يَأْمُرَ الْإِمَامُ الْمُؤَذِّنَ أَنْ يَقُولَ فِي الْأَعْيَادِ وَمَا جَمَعَ النَّاسَ مِنْ الصَّلَاةِ: الصَّلَاةَ جَامِعَةً أَوْ الصَّلَاةَ.... 

[النووي ,المجموع شرح المهذب ,5/15] 

Imam Syafii berkata dalam Kitab al-Umm: Saya senang hendaknya Imam meminta muadzin untuk berkata di dalam Id dan orang berkumpul untuk shalat dengan perkataan: As-Shalata Jami'ah atau as-Shalah 

Dari penjelasan ini bisa dipahami bahwa, dalam konteks ibadah, muazdin dipahami orang yang menyeru dan mengajak melakukan ibadah. Jadi dalam konteks ibadah shalat Idul Adha, muadzin yg disebutkan Presiden adalah orang yang menyeru untuk mengajak melakukan shalat id. Jadi, sekali lagi saya tegaskan, tidak ada masalah dari sisi agama. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement