Selasa 13 Jul 2021 19:57 WIB

Pandemi Covid-19, Perang Khandaq, dan Tirakat Ulama  

Perang Khandaq mengisyaratkan solusi hadapi pandemi Covid-19

Perang Khandaq mengisyaratkan solusi hadapi pandemi Covid-19. Ilustrasi PPKM Darurat
Foto:

Oleh : Gus Ahmad Gholban Aunir Rahman, Pengasuh Pesantren Nyai Zainab Shiddiq, Jember Jawa Timur 

Pertama, seorang pemimpin harus mengambil pendapat dari ahlinya. Bila pandemi masalah kesehatan maka harus didengar dari ahi kesehatan. Saya sendiri setuju dengan seorang ahli pandemi yang mengatakan Indonesia akan baik sekali untuk melakukan lock down total.

Semua WNA sementara tidak boleh masuk ke Negara Indonesia. Karena terbukti virus dengan segala varian yang baru masuk melalui orang yang baru datang dari luar negeri. Sama seperti Nabi melakukan lock down total Kota Madinah dengan parit untuk menghalau pasukan kafir Makkah datang ke Madinah. 

Adapun saat ini, saat di mana virus sudah masuk ke Indonesia, maka selain orang luar negeri tidak boleh masuk maka orang yang di dalam negeri juga sebisa mungkin jangan keluar rumah untuk bertemu dengan orang lain kecuali darurat. 

Berdiam diri di rumah bersama keluarga. Memakai masker, tidak berkerumun dan sebagainya yang kita kenal dengan protokol kesehatan. Sampai kondisi Indonesia sudah tidak ada lagi kasus corona maka lock down dalam negeri bisa dibuka kembali. Namun, orang luar negeri tidak boleh masuk ke dalam negeri bila ternyata di luar negeri masih terdapat virus corona. 

Bukankah beliau, Nabi Muhammad, pemimpin Nabi dan pemimpin Rasul rela membuang pendapat beliau pribadi dan mengikuti pendapat seorang ahli, saat itu ahli dalam peperangan seperti Salman Al Farisi?

Walaupun pendapat itu berasal dari tradisi negara kafir,  bahkan negara penyembah api, Persia. Maka apapun profesi kita, kita harus menjadikan pendapat dokter dan pendapat ahli pandemi  sebagai pendapat satu satunya dan pendapat utama. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad:

اذا وسد الا مر الى غير اهله فانتظر الساعة "Jika satu perkara diserahkan pada bukan ahlinya, maka tunggu saja kebinasaan." 

Kedua, pemimpin dan orang kaya harus berbagi rezeki. Ketika lock down, otomatis orang tidak bisa bekerja dan keluar. Maka pemimpin dan orang kaya harus berbagi rezeki mereka. Sama seperti sahabat kaya yang memberikan kambing pada Nabi namun Nabi sebagai pemimpin juga berbagi kepada semua sahabatnya. 

Salah satu contoh, pejabat negara dan ASN harusnya mengusulkan tidak perlu gaji ke-13 atau tunjangan hari raya. Mereka harusnya membagikan hak mereka itu pada warga miskin yang pendapatan mereka berdasarkan harian dan bukan gaji bulanan.   

Dan yang pasti, konglomerat dengan dana ratusan triliun, ratusan miliar maka mereka harus berbagi. Dan pemerintah memiliki wewenang untuk mengatur hal itu. Bukankah dana ratusan triliun dan ratusan miliar itu hasil dari rakyat Indonesia yang menggunakan produk atau jasa mereka.

Maka di situasi sulit seperti ini harusnya mereka peduli akan rakyat Indonesia. Dan pemerintah memiliki wewenang bagaimana caranya mereka supaya peduli. Dan ini yang Allah inginkan sebagaimana  firman-Nya: 

كى لا يكون دولة بين الاغنياء منكم "Supaya harta itu tidak hanya berputar di kalangan orang orang kaya saja."

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement