REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Untuk lebih memaksimalkan manfaat daging qurban, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengusulkan agar mengolah daging qurban, sehingga pendistribusiannya bisa lebih luas.
Sekretaris Jenderal MUI, Buya Amirsyah Tambunan, mengatakan, ibadah penyembelihan hewan qurban adalah salah satu ibadah sunnah yang sangat dianjurkan atau sunnah muakkadah. Perhatian umat Islam terhadap ibadah qurban sangat besar, khususnya di masyarakat perkotaan dan masyarakat yang secara ekonomi di atas kecukupan.
"Sehingga (daging qurban) perlu pendistribusian ke daerah lain atau masyarakat yang lebih membutuhkan terutama yang terdampak Covid-19," kata Buya Amirsyah kepada Republika, Senin (5/7).
Ia menyampaikan, dalam rangka pendistribusian daging qurban ke daerah yang jauh, maka perlu proses pengolahan dan pengawetan daging qurban. Supaya daging qurban tidak rusak sehingga dapat sampai kepada sasarannya.
Sebelumnya, MUI mengeluarkan Tausiyah MUI tentang Pelaksanaan Ibadah, Sholat Idul Adha, dan Penyelenggaraan Qurban Saat Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat. Tausiyah tersebut menyampaikan, sesuai dengan Fatwa MUI Nomor 37 Tahun 2019 tentang Hukum Pengawetan dan Pendistribusian Daging Qurban Dalam Bentuk Olahan, pemerintah juga dapat mengoptimalkan manfaat daging qurban untuk kemaslahatan umat yang terdampak Covid-19 dengan memfasilitasi pengolahan seperti dikalengkan dan diolah dalam bentuk kornet, rendang, atau sejenisnya serta didistribusikan ke daerah di luar lokasi penyembelihan.
Ketentuan hukum dalam Fatwa MUI Nomor 37 Tahun 2019 ini mengatur, pada prinsipnya, daging hewan qurban disunnahkan untuk didistribusikan segera (ala al-faur) setelah disembelih agar manfaat dan tujuan penyembelihan hewan qurban dapat terealisasi yaitu kebahagian bersama dengan menikmati daging kurban. Daging qurban dibagikan dalam bentuk daging mentah, berbeda dengan aqiqah. Daging qurban didistribusikan untuk memenuhi hajat orang yang membutuhkan di daerah terdekat.
Menyimpan sebagian daging qurban yang telah diolah dan diawetkan dalam waktu tertentu untuk pemanfaatan dan pendistribusian kepada yang lebih membutuhkan adalah mubah (boleh). Syarat tidak ada kebutuhan mendesak.
Atas dasar pertimbangan kemaslahatan, daging qurban boleh untuk didistribusikan secara tunda (ala al-tarakhi) untuk lebih memperluas nilai maslahat. Boleh dikelola dengan cara diolah dan diawetkan, seperti dikalengkan dan diolah dalam bentuk kornet, rendang atau sejenisnya. Boleh didistribusikan ke daerah di luar lokasi penyembelihan.
Fuji E Permana