REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pemerhati zakat, Imam Rulyawan, memaparkan soal tantangan yang dihadapi lembaga amil zakat agar memperoleh kepercayaan masyarakat. Sebab, berbekal kepercayaan itu, pembayaran zakat melalui lembaga amil zakat bisa tumbuh di tengah masyarakat.
Imam menjelaskan, tantangan pertama terkait dengan independensi. Independen yang dimaksud bukan hanya dalam konteks politik, melainkan lebih dari itu. Artinya, perlu ada upaya untuk meyakinkan calon muzaki, bahwa tidak ada kepentingan yang menyebabkan pemilihan penerima manfaat itu berdasarkan kepentingan tertentu.
"Syarat lembaga zakat bisa diterima masyarakat, yang paling penting dan nomor satu adalah independen. Bukan hanya dalam konteks politik, melainkan dalam semua aspek," kata dia kepada Republika.co.id, Senin (5/7).
Tantangan kedua soal uang operasional zakat. Imam menyampaikan, masyarakat yang lebih senang menyalurkan sendiri zakatnya ke mustahik cenderung menghindari potongan biaya operasional zakat. Bagi mereka, alangkah lebih baik jika zakat yang disalurkan itu tidak terpotong untuk biaya operasional.
"Karena kalau diberi langsung itu gak ada biaya operasional. 100 persen dizakatkan, 100 persen diterima mustahik, oleh asnaf. Jadi, tantangannya adalah meyakinkan uang operasional zakat itu memang sewajarnya digunakan lembaga zakat," papar mantan direktur eksekutif Dompet Dhuafa ini.
Tantangan ketiga, menurut Imam, lembaga zakat perlu membuat pengelolaan zakat yang supertransparan. Dia mengatakan, masyarakat cenderung membayar zakat dengan cara yang bisa dilihat secara langsung sehingga merasa lebih mantap dan mendapat kepuasan batin. Kepuasan batin ini harus dicari formulanya oleh lembaga zakat.
"Bagaimana mentransformasikan kepuasan batin itu dengan nilai kepuasan batin yang sama yang ada di lembaga zakat modern. Mungkin transparansinya harus supertransparan. Diterima sekian, disalurkan sekian, dan bisa dilihat secara real time, real live. Direkam video kalau perlu. Jangan-jangan terobosan lembaga zakat harus begitu," ungkapnya.
Keempat, Imam melanjutkan, tantangannya yaitu masyarakat masih sulit merelakan zakat yang dibayarkannya untuk disalurkan ke masyarakat yang berada jauh dari tempat tinggal mereka.
"Zakatnya di Jakarta, lalu disalurkan ke Sumedang, itu kita masih agak sulit, tantangan real people. Karena mereka ingin merasa dekat dengan orang yang membutuhkan," tuturnya.
Kelima, tantangan menghadirkan satelit lembaga zakat di setiap masjid atau mushala. Menurut Imam, lembaga zakat memang sebaiknya memiliki itu.
Namun, selama ini pengurus masjid biasanya sudah merasa nyaman dalam melakukan pengelolaan zakat tanpa perlu bekerja sama dengan lembaga zakat. Pengurus masjid pun akan bertanya apa manfaat yang akan diterima bila bekerja sama dengan lembaga zakat.
Imam menuturkan, kehandalan lembaga zakat dalam hal ini adalah ketika mampu menunjukkan kehadirannya di masjid yang bersedia menjadi satelit lembaga itu bukan ancaman, tetapi penguat.
Dengan demikian, masjid semakin berjaya, semakin tinggi penghimpunannya, dan jamaahnya semakin banyak yang sejahtera.
"Jadi kehadiran lembaga zakat untuk bisa masuk ke masjid harus bisa memposisikan diri bahwa mereka adalah partnernya masjid yang justru akan meningkatkan kemanfaatan yang lebih besar buat masjid, bukan buat lembaga zakatnya. Insya Allah masjid akan lebih mudah menerima bila paradigma yang dibangun seperti itu," tuturnya.
Imam mengakui, pekerjaan rumah lembaga zakat untuk meraih kepercayaan masyarakat masih banyak. Upaya lembaga zakat yang ada untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat, di sisi lain, telah luar biasa. Misalnya dengan melakukan proses audit pada akhir tahun bukunya dan telah menyampaikan berbagai laporan serta berbagai upaya lain.
"Tetapi kepercayaan yang diharapkan tumbuh ternyata tidak signifikan dengan proses yang telah diberlakukan dengan cukup luar biasa dari lembaga zakat yang ada. Berarti harus dicari, apa penyebab utama masyarakat masih belum yakin bayar zakat ke lembaga zakat, itu yang harus dikejar," imbuhnya.
Lembaga Amil Zakat Muhammadiyah (Lazismu) merilis hasil survei terkait dampak sosial-ekonomi Covid-19 terhadap perilaku berderma.
Survei yang dilakukan Februari-Maret 2021 ini menyebut masih banyak masyarakat yang enggan menyalurkan zakat maupun donasinya ke lembaga zakat resmi. Sebanyak 61,5 persen responden menyebut menyalurkan zakat fitrah melalui masjid atau mushala. 22,8 persen langsung kepada mustahik dan 27,5 persen ke lembaga zakat.