Selasa 06 Jul 2021 05:10 WIB

Hati-Hati Jadi Budak Ketamakan

Tamak atau rakus adalah sikap tercela dan dilarang oleh agama Islam.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Ani Nursalikah
Hati-hati jadi budak ketamakan.
Foto: storyeo.com
Hati-hati jadi budak ketamakan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tamak atau rakus adalah sikap tercela dan dilarang oleh agama Islam yang mengajarkan keseimbangan. Bahkan seseorang bisa menjadi budak dari ketamakannya atau nafsunya.

Syekh Ibnu Atha'illah dalam Kitab Al-Hikam mengingatkan manusia agar hati-hati dengan sikap tamak yang bisa menjadikan manusia sebagai budak keinginan (nafsu). Ia memberikan nasihat agar manusia tidak tamak sehingga bisa merdeka atau tidak diperbudak ketamakan dan keinginan (nafsu).

Baca Juga

"Kamu merdeka dari segala sesuatu yang tidak kamu inginkan atau butuhkan. Kamu menjadi budak dari segala sesuatu yang kamu inginkan atau kamu tamak terhadapnya." (Syekh Ibnu Atha'illah, Al-Hikam)

Terjemah Al-Hikam karya Ustaz Bahreisy menambahkan penjelasan perkataan Syekh Ibnu Atha'illah. Ia menerangkan, jika manusia terbebas dari keinginan-keinginan palsu atau keinginan yang tidak penting, manusia tersebut tidak akan diperbudak oleh sesuatu yang tidak berharga.

Ia juga menceritakan kisah burung elang yang celaka karena sikap tamaknya. Suatu ketika ada burung elang yang terbang tinggi dan terbang bebas. Sulit bagi siapa pun untuk menangkap burung tersebut. 

Tapi sang elang melihat daging yang tergantung pada sebuah perangkap. Maka sang elang turun menghampiri daging karena sikap tamaknya. Hingga pada akhirnya elang tersebut terperangkap jebakan dan dipermainkan oleh anak-anak kecil yang melihatnya.

Fateh Al-Maushily menjelaskan perumpamaan orang yang tamak atau diperbudak keinginan (nafsu). Ia mengisahkan ada dua anak sedang makan roti. Anak pertama hanya makan roti, sedangkan anak kedua makan roti dengan keju.

Anak pertama ingin keju, dia pun meminta keju kepada anak kedua. Anak kedua menjawab, kalau kamu menjadi anjingku, akan aku beri keju.

Anak pertama yang ingin keju menyepakatinya. Maka diikatlah leher anak pertama dengan tali seperti anjing dan dituntun. Fateh Al-Maushily mengatakan, seandainya anak itu tidak tamak (rakus) pada keju, tentu dia tidak menjadi anjing.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement