REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Tindakan mempromosikan atau mengkampanyekan perilaku menyimpang seperti LGBT dan sejenisnya bertentang dengan hukum. Yakni bertentangan dengan hukum positif dan hukum agama di Indonesia.
Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (Wasekjen MUI) Bidang Hukum dan HAM, Ikhsan Abdullah, mengatakan UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagai hukum positif bertujuan untuk mewujudkan Indonesia sebagai suatu bangsa yang langgeng.
UU ini mewadahi perilaku seksual dalam satu ikatan perkawinan yang merupakan ikatan lahir-batin antara seorang pria dan perempuan. UU ini bertujuan untuk membentuk sebuah keluarga berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
"Oleh karenanya tindakan orang perorangan atau sekelompok orang atau perkumpulan yang mengkampanyekan perilaku menyimpang LGBT, transgender dan sejenisnya adalah tindakan yang melawan hukum," kata Ikhsan kepada Republika.co.id, Ahad (27/6).
Menurutnya, orang yang mengkampanyekan perilaku LGBT dapat dikenakan sanksi pidana berdasarkan UU Perkawinan dan KUHP. Dengan delik mengajak dan menghasut orang lain untuk melawan UU yang dapat membuat gangguan atau disfungsi pada prinsip-prinsip kehidupan ajaran agama, dan nilai-nilai sosial kemasyarakatan yang religius.
Dia menegaskan, jangan lupa Indonesia adalah negara yang berketuhanan. Indonesia bukan negara sekuler, juga bukan negara berdasar agama.
Ikhsan menyampaikan, MUI berpandangan bahwa LGBT dan sejenisnya adalah bentuk perilaku menyimpang yang sangat tidak sesuai dan tidak dibenarkan oleh semua agama.
"MUI telah menerbitkan Fatwa Nomor 57 Tahun 2014 tentang lesbian, gay, sodomi dan pencabulan sebagai sesuatu yang diharamkan, karena merupakan suatu bentuk kejahatan," ujar ahli hukum ini.
Ikhsan mengingatkan, perilaku LGBT dan sejenisnya jika dibiarkan akan mengancam keberlangsungan Indonesia sebagai suatu negara yang masyarakatnya religius. Masyarakat Indonesia itu menjunjung tinggi nilai-nilai moral, agama, budaya dan adat istiadat.
Dia menyampaikan, MUI juga akan mengusulkan dalam rancangan KUHP yang sudah dilakukan pembahasan pada periode lalu tentang hubungan seksual sesama jenis, lesbian dan transgender serta perbuatan zina. Zina artinya hubungan seksual bukan suami istri yang sah dan perkosaan. Semua itu agar dapat dikualifikasikan sebagai tindak kejahatan dan tindak pidana.
Dalam pandangan Pakar Hukum Pidana, Suparji Ahmad, hukum di Indonesia tentang kampanye perilaku LGBT belum ada kejelasan aturan dan ketegasan sanksinya. KUHP atau UU belum secara tegas menjerat kampanye LGBT.
"Secara teknis, kualifikasi tentang kampanye LGBT juga tidak jelas kriterianya, sehingga dapat multi-tafsir," katanya kepada Republika.co.id, Ahad (27/6).
Dia mengatakan, untuk itu perlu diatur secara pasti, jelas dan tegas dalam KUHP. Pengaturan dalam KUHP dimaksudkan untuk mencegah perilaku LGBT, termasuk pihak-pihak yang mengkampanyekan LGBT.
Dia menegaskan, karena praktik tersebut bertentangan dengan ideologi dan konstitusi serta pola hubungan manusia yang berlaku secara universal. Suparji berharap, pemerintah dan DPR mempertegas larangan LGBT dengan cara melarang melalui ketentuan RKUHP dan merumuskan sanksinya yang menjerakan.