Senin 07 Jun 2021 15:14 WIB

Dosen Uninus: Sertifikasi Dai Perbuatan Sia-Sia

Jika sertifikasi dai dilakukan akan memicu perselisihan yang tajam

Rep: Ali Yusuf/ Red: A.Syalaby Ichsan
Penceramah yang juga Dokter Zaidul Akbar memberikan tausiyah di Masjid Raudhatul Jannah, Jatibening, Bekasi, Jawa Barat, Kamis (11/4).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Penceramah yang juga Dokter Zaidul Akbar memberikan tausiyah di Masjid Raudhatul Jannah, Jatibening, Bekasi, Jawa Barat, Kamis (11/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dosen Pasca Sarjana Universitas Islam Nusantara (Uninus) Bandung KH Iskandar Mirza menilai bimbingan teknis (bimtek) atau sertifikasi dai melalui wawasan kebangsaan perbuatan sia-sia. Untuk itu pihaknya meminta Kementerian Agama (Kemenag) tidak melanjutkan wacananya.

"Sertifikasi wawasan kebangsaan bagi dai hanyalah pekerjaan sia-sia yang tidak seharusnya dijadikan wacana apalagi sampai pada tahap dilaksanakan," kata KH Iskandar Mirza saat dihubungi, Ahad (6/6) kemarin.

KH Iskandar mengatakan jika sertifikasi dai dilakukan akan memicu perselisihan yang tajam, bahkan jika tidak hati hati ini adalah upaya potensi memecah belah. Untuk itu, dia menilai sudah tepat jika Majelis Ulama  Indonesia (MUI) menolaknya."Wajar jika MUI menolak sertifikasi ini, sebab akan banyak pertanyaan yang sulit untuk dijawab," kata dia. 

KH Iskandar yang juga Pimpinan dan Pengasuh Pondok Pesantren Integrasi Quran (PPIQ-368) Bandung ini berpendapat, alasan utama dan terutama sertifikasi itu adalah dagangan redikalisme dan terorisme kepada para dai.  Jika benar tuduhan tersebut maka hal itu merupakan pelecehan kepada para ulama.

"Yang jadi pertanyaan adalah, apakah semua dai adalah radikal dan teroris?!. Jika tuduhan ini disematkan pada para dai, maka ini adalah upaya pelecehan, penghinaan, dan pengkhianatan pada para dai," katanya.

KH Iskandar yang juga Master Trainer di Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Motivasi Spiritual Qurani (MSQ) meminta Kementerian Agama tidak memukul rata latar belakang pimpinan pesantren, kiai, ustaz, ustazah memiliki pikiran radikal. Karena hal tersebut dapat merusak kepercayaan para dai kepada pemerintah. 

"Kekhawatiran yang berlebihan dan tak mendasar ini harusnya tidak digeneralisir oleh Mentri Agama. Hal ini justru akan memicu lahirnya prasangka dan tanda tanya besar di kalangan dai, ada apa?, dan siapa yang berkepentingan dalam hal ini?" kata dia.

KH Iskandar menegaskan, para dai itu tak lebih hanyalah sosok yang sedang mengamalkan perintah Allah dan Rasul-Nya. Hal ini sesuai dengan perintah Allah SWT dalam surah An-Nahl ayat 125 yang artinya."Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik."

"Allah SWT telah memerintahkan hamba-Nya agar menyeru (manusia) ke jalan Tuhannya sesuai Alquran 16: 125," ujar dia. 

Selain itu, Rasulullah juga bersabda. "Sampaikanlah walau satu ayat.""Lalu, di mana relevansi sertifikasi kebangsaan bagi seorang dai?" tanya KH Mirza.

Menurut dia akan lebih baik yang diberi sertifikasi kebangsaan itu adalah mereka yang mengajar butir-butir Pancasila, atau para pengajar Lemhanas. Kerena menurutnya wawasan kebangsaan lebih tepat diajarkan kepada mereka."Mereka itu masih mempunyai relevansi dibanding sertifikasi dai," kata dia. 

KH Iskandar menegaskan status dai ini adalah status sosial yang disematkan masyarakat pada seseorang yang paham ilmu agama yang sama sekali tak ada andil pemerintah di dalamnya. Untuk itu sertifikasi wawasan kebangsaan ini tidak tepat dilakukan kepada para dai."Apabila ada dai yang menyimpang dari Alquran dan sunnah, maka hukum sosial akan berlaku," kata dia. 

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement