Studi terbaru menunjukkan dalam populasi sekitar satu juta anak, di mana lebih dari 40 persen berusia di bawah 14 tahun, sekitar 60 persen menderita gangguan stres pasca-trauma (PTSD). Lebih dari 55 persen anak-anak menderita kecemasan.
“Dalam 20 tahun terakhir, anak-anak di Gaza telah menjadi sasaran perang berulang, kekerasan dan agresi oleh tentara Israel. Paparan perang ini telah mengakibatkan gangguan bencana pada anak-anak termasuk depresi, kecemasan, gangguan stres akut dan PTSD,” kata Melad.
Menurut sebuah penelitian yang diterbitkan di jurnal ilmiah Swiss Frontiers in Psychiatry tahun lalu, sekitar 90 persen anak-anak dan remaja Palestina di Jalur Gaza pernah mengalami trauma pribadi. Lebih dari 80 persen menyaksikan trauma orang lain.
Anak-anak yang mengalami trauma langsung akibat perang di Gaza, menunjukkan gangguan perilaku seperti kecemasan ekstrem, ketakutan yang tidak diketahui, rasa tidak aman, isolasi, mengompol, dan perilaku agresif lainnya. “Anak-anak yang menghadapi gejala psikosomatik, masalah psikologis, masalah sosial dan masalah fungsional akan mundur kembali ke tahap perkembangan awal mereka,” kata Melad.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan Save the Children setelah perang 2014 menemukan setelah satu tahun, tujuh dari sepuluh anak di daerah yang paling parah dilanda perang di Gaza terus menderita mimpi buruk dan 75 persen masih mengompol. Penelitian pada 2019 menemukan 63 persen anak-anak secara teratur mengalami mimpi buruk, bahkan 42 persen anak-anak kehilangan kemampuan berbicara.