REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengatakan vaksin Covid-19 Sinopharm hukumnya haram, tetapi boleh digunakan pada masa darurat pandemi. Ketua Komisi Fatwa MUI Hasanuddin mengatakan, vaksin ini berhukum haram karena memiliki kandungan tripsin yang berasal dari babi, berdasarkan fatwa yang diterbitkan pada 1 Mei 2021.
“Ketentuannya sama dengan vaksin AstraZeneca di negara kita, karena ada kandungan tripsin, maka Sinopharm ini hukumnya haram, tetapi boleh digunakan karena darurat,” kata Hasanuddin kepada Anadolu Agency, Senin (3/5).
Meski demikian, MUI mengimbau umat Islam tidak ragu menerima vaksin Sinopharm dalam masa pandemi Covid-19 seperti saat ini. “Mohon umat Islam jangan ragu-ragu. Jangan melihat haramnya, lihat saja bolehnya. Fatwanya itu kan boleh digunakan,” tutur Hasanuddin.
Indonesia telah menerima total 900 ribu dosis vaksin Sinopharm. Sebanyak 500 ribu dosis di antaranya merupakan sumbangan dari Uni Emirat Arab.
Vaksin Sinopharm akan digunakan untuk program vaksinasi gotong royong, yang mengakomodasi perusahaan membelikan vaksin untuk karyawannya di luar program vaksinasi gratis dari pemerintah. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah menerbitkan izin penggunaan darurat (emergency use authorization/EUA) dari vaksin Sinopharm pada Jumat lalu.
Menurut BPOM, vaksin Sinopharm memiliki efikasi sebesar 78 persen, kemudian menghasilkan imunogenesitas sebesar 99,52 persen pada orang dewasa dan 100 persen pada lanjut usia.