REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sejumlah daerah telah menetapkan besaran zakat fitrah yang wajib dibayarkan umat Islam menjelang akhir Ramadhan. Besaran antara satu wilayah dengan wilayah lainnya berbeda-beda karena mengikuti standar harga yang berlaku.
Sekretaris Direktorat Jenderal (Ditjen) Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam Kementerian Agama (Kemenag), Muhammad Fuad Nasar menjelaskan mengenai perbedaan besaran zakat fitrah di tiap-tiap wilayah.
Dia mengatakan berdasarkan ketentuan yang telah disepakati di tanah air, zakat fitrah yang wajib dikeluarkan sebesar 2,5 kilogram atau 3,5 liter makanan pokok di suatu daerah tertentu.
"Zakat fitrah itu dibayarkan sesuai jenis makanan pokok yang dikonsumsi, jadi setiap daerah itu berbeda-beda. Makanya Kementerian Agama sejauh ini tidak membuat kebijakan besaran zakat fitrah secara nasional," kata Fuad melalui siaran pers yang diterima Republika.co.id, Selasa (27/4).
Menurut Fuad, kebijakan tiap daerah untuk menetapkan besaran zakat fitrah sudah cukup tepat. Karena mereka yang lebih mengetahui berapa sesungguhnya harga makanan pokok di wilayah tersebut.
"Pada intinya nilai zakat fitrah lebih dari sekadar besaran yang dikeluarkan, namun pesan pentingnya adalah bagaimana Islam mengajarkan bahwa tidak ada pemisahan antara ibadah ubudiyah dengan ibadah sosial," ujarnya.
Sebelumnya, Fuad berpendapat, zakat dalam konteks bernegara merupakan gerakan reformasi ekonomi yang bertujuan untuk menjamin hak-hak orang miskin. Atau orang-orang yang terabaikan dalam sistem ekonomi kapitalis.
"Seandainya setiap Muslim yang mampu, menunaikan kewajiban zakat, mengeluarkan infak, dan sedekah sebagai ibadah sosial dan didukung kebijakan negara yang memberi keberpihakan, niscaya jurang kesenjangan antara si kaya dan si miskin tidak akan melebar," ujarnya.
Dia menjelaskan, sistem perzakatan yang dikelola dengan baik untuk kepentingan fakir miskin membuat kehidupan umat lebih terjamin. Serta mendorong kaum yang lemah menjadi berdaya dan mandiri.
"Oleh karena itu, nilai-nilai zakat perlu dipahami para penyelenggara negara sebagai inspirasi untuk melahirkan program dan kebijakan yang mengangkat taraf hidup orang miskin, bukan menambah beban dan keluh kesah warga miskin," ujarnya.