REPUBLIKA.CO.ID, MONTREAL— Hakim Kanada pada Selasa (20/4) waktu setempat menegakkan larangan di Provinsi Quebec dalam memakai simbol agama untuk pegawai negeri. Larangan tersebut termasuk seperti polisi dan guru.
Namun ada pengecualian dari larangan tersebut. Hakim memutuskan, bahwa pemerintah Quebec tidak dapat memberlakukan RUU 21 di sekolah-sekolah Inggris karena melanggar hak pendidikan bahasa minoritas. Quebec memiliki dua sistem sekolah, yakni bahasa Prancis dan Inggris. Sementara Prancis adalah bahasa resmi provinsi.
Hakim Marc-Andre Blanchard mengatakan dalam putusan 240 halamannya bahwa pemerintah Quebec dapat membatasi simbol-simbol agama seperti jilbab Muslim, sorban Sikh, kippa Yahudi dan salib Kristen jika dikenakan oleh pegawai negeri saat mereka melayani publik. Ini mempengaruhi pekerjaan seperti guru, perawat, supir bus, penjaga penjara, dan polisi.
Dia juga memutuskan bahwa anggota Majelis Nasional Quebec yang terpilih tidak harus melepas penutup wajah seperti niqab. RUU 21 menjadi undang-undang pada tahun 2019 dan digugat di pengadilan oleh kelompok Muslim dan kebebasan sipil dan wanita Muslim yang berpendapat bahwa RUU itu menargetkan wanita Muslim yang harus memilih antara agama dan panggilan mereka.
Pemerintah Quebec mengatakan undang-undang itu diperlukan untuk menegakkan sekularisme provinsi, seperti pemisahan yang jelas antara negara dan agama. Hakim mengatakan, bagian dari RUU itu melanggar Pasal 23 Piagam Kanada, sebagaimana ditafsirkan oleh Mahkamah Agung Kanada, yang memberikan jaminan bagi lembaga pendidikan umum untuk minoritas bahasa.
Dengan kata lain, larangan itu dicabut untuk sekolah bahasa Inggris minoritas tetapi tidak untuk sekolah bahasa Prancis mayoritas. Dewan Sekolah Montreal Inggris mengatakan dalam sebuah pernyataan, bahwa mereka senang dengan keputusan itu karena menjunjung tinggi keberagaman bagi staf dan siswa.
"Undang-undang ini bertentangan dengan apa yang kami ajarkan dan budaya penghormatan terhadap hak individu dan kebebasan beragama di sekolah berbahasa Inggris," katanya.
Sebagian besar ahli hukum memperkirakan keputusan itu akan diajukan ke Mahkamah Agung Kanada. Sementara Dewan Nasional Muslim Kanada mengatakan, bahwa pihaknya tengah meninjau keputusan itu.
Sumber: anadoluagency