REPUBLIKA.CO.ID, November lalu Presiden Perancis Emmanuel Macron berkomentar berita bohong mengenai umat Islam di Prancis dan dimuat di surat kabar ternama Financial Times (FT).
Dalam artikel FT, Macron menyebut telah menemukan fakta bahwa terdapat sebuah desa yang hanya terdapat anak-anak perempuan berusia tiga hingga empat tahun yang dididik untuk membenci nilai-nilai nasionalisme Prancis. Mereka hidup terpisah dengan anak laki-laki dan dipaksa mengenakan burqa.
Macron juga menuduh Muslim yang mendidik anak- anak mereka dengan cara tersebut seperti mengembangbiakkan bibit radikal yang akan menjadi teroris di masa depan.
Faktanya, burka (atau niqab), sebenarnya dilarang di Prancis, dan siapa pun akan menghadapi kemungkinan hukuman penjara jika mereka memaksa seorang anak untuk melakukannya. Tidak ada satu pun insiden yang tercatat tentang seorang anak memakai burka, apalagi mendapat tuntutan atau hukuman.
Mitos urban bahwa Muslim menyembunyikan keturunan mereka, sambil mengajari mereka untuk membenci, juga tak pantas. Ini hanya memainkan legenda mengerikan tentang komunitas yang memangsa anak muda, termasuk mereka sendiri.
Menyusul pertanyaan pembaca, FT mengajukan pengacara Greg Callus, komisaris pengaduan surat kabar, dalam kasus tersebut. Dia diminta untuk membenarkan surat yang terus merugikan Muslim Prancis yang tak terhitung jumlahnya, tetapi setelah melalui proses yang sangat panjang, belum dapat melakukannya.
Callus melakukan penyelidikan Desember lalu, dan baru pada Maret ajudikasinya yang berbelit-belit dipublikasikan.
"Saya harus mengakui bahwa saya sendiri sangat skeptis terhadap satu aspek dari klaim ini, yaitu penggunaan istilah 'kerudung' yang digunakan sehubungan dengan penutup kepala yang dikenakan gadis-gadis seusia ini,"ujar dia.
Pengacara yang khusus menangani pencemaran nama baik menambahkan bahwa klaim tersebut menganggu dan bahwa dia mungkin masih belum puas untuk secara positif menyatakan bahwa fakta-fakta ini benar atau telah ditetapkan secara pasti.
Namun, Callus yang berhenti mengoreksi atau meminta maaf atas ketidakbenaran ini, mengatakan bahwa dia tidak memiliki yurisdiksi umum untuk memeriksa fakta atau mengadili pernyataan para pemimpin dunia atau orang lain yang muncul dalam berita.
Dalam keadaan seperti itu, FT harus menghentikan keterlibatannya dalam menyebarkan kebencian terhadap seluruh komunitas Muslim di Prancis, dan membela kebenaran dengan meminta maaf dan menerbitkan koreksi berbasis fakta atas surat Macron.
Sumber: middleeasteye