"Kekhawatiran yang ditempatkan secara tidak tepat ini telah menciptakan banyak masalah bagi rakyat kami dalam 15 tahun terakhir," kata Rouhani, mengacu pada sanksi multilateral yang dijatuhkan pada Iran.
Intelijen Barat menyatakan Iran berusaha mempersenjatai program nuklirnya, rencana yang ditinggalkannya pada 2003. Rouhani juga mengkritik keras kekuatan dunia dan IAEA karena kurangnya bantuan mereka dalam mengembangkan program nuklir damai Iran.
"Kami tidak berutang pada mereka, mereka berutang pada kami. Mereka seharusnya membantu Iran sebagai bagian dari komitmen di bawah Perjanjian Non-Proliferasi,” ujarnya.
Beberapa jam sebelum pengungkapan kemajuan nuklir terbaru Teheran, kantor berita Reuters mengutip laporan rahasia IAEA bahwa Iran telah menghasilkan sejumlah kecil pelat bahan bakar untuk Teheran Research Reactor, yang mengandung 20 persen uranium yang kaya. IAEA mengatakan dalam laporannya Iran bertujuan menghasilkan molibdenum, yang memiliki banyak kegunaan sipil, termasuk dalam pencitraan medis.
Sebagai bagian dari kesepakatan nuklir, pengayaan uranium Iran dibatasi pada 3,67 persen, batas yang dimulai secara bertahap pada 2019. Namun, presiden Amerika Serikat saat itu Donald Trump secara sepihak meninggalkan kesepakatan nuklir dan menerapkan kembali sanksi keras terhadap Iran.