Ahad 28 Feb 2021 05:40 WIB

Perang Mematikan Perancis-Makassar di Thailand

Perang Mematikan Perancis-Makassar di Thailand

Perang Makassar
Foto:

Kehidupan awal sang Daeng beserta komunitas Makassarnya berjalan lancar-lancar saja. Mereka menjadi bagian komunitas internasional di Ayutthaya. Selain mereka, terdapat komunitas dari Persia, Melayu, Champa, Jepang, Belanda, dan Prancis.

Namun semuanya berubah ketika raja Ayutthaya Phra Narai mendatangkan serdadu-serdadu Prancis pimpinan Claude de Forbin. Serdadu-serdadu itu didatangkan untuk menjadi pengawal sang raja. Kondisi di Ayutthaya yang rawan dengan kudeta perebutan takhta menyebabkan sang raja perlu mengamankan kekuasaannya.

Kedatangan para serdadu Prancis ke Ayutthaya tidak lepas dari hubungan baik yang terbina antara Ayutthaya dan Prancis. Pada masa Phra Narai, Ayutthaya mengirimkan delegasinya ke Prancis yang dipimpin Louis XIV.

Dalam sejarah Thailand, Phra Narai dikenal sebagai raja yang membuka banyak hubungan dengan negara-negara Barat. Tercatat sekretaris kerajaan yang bernama Constantine Faulkon berasal dari Yunani. Ua merupakan seorang pegawai Serikat Dagang Hindia Timur Inggris (EIC) yang diangkat menjadi penasihat Raja Phra Narai. 

Bagi Daeng Mangalle, kedatangan serdadu-serdadu Prancis itu ibarat 'bencana'. Dengan datangnya serdadu-serdadu Eropa itu, kedudukan raja semakin kuat sehingga membuka peluang munculnya perbudakan di Ayutthaya terhadap orang-orang pendatang dari timur. 

Hal yang juga oleh komunitas kulit berwarna lainnya, terutama dari kalangan muslim. Selain itu, Daeng Mangalle juga bersitegang dengan Constantine Faulkon, yang pada akhirnya mempertemukan dirinya dengan Phra Petracha, kakak tiri Phra Narai, yang juga tidak menyukai tindak-tanduk sang raja yang terlalu pro-Barat.

Phra Narai sendiri membiarkan istana kerajaan dipenuhi oleh orang-orang Barat, terutama Prancis. Claude de Forbin, sang pimpinan serdadu Prancis pun diangkat sebagai Gubernur Bangkok.

Berhembus pula kabar burung jika Sang Raja, Phra Narai hendak di-kristen-kan. Selain itu sang raja yang menduduki tahra kerajaan lewat intrik di dalam keluarga pewaris tahta Ayutthaya juga berlindung di balik sokongan Prancis untuk meneguhkan kekuasaannya.

Beberapa tahun kemudian orang Makassar, Champa, Kamboja dan Melayu dan kalangan istana mulai. menunjukkan ketidaksukaan mereka pada kebijakan Raja yang bersekutu rapat dengan orang Eropa. seperti Perancis, Inggris, Portugis dan Belanda. Daeng Mangalle sendiri berpendapat tidak sepatutnya ia sebagai orang Islam bergaul dengan dan dikuasai oleh non Muslim.

Suara sumbang pun bermunculan. Sentimen anti-Eropa tumbuh subur di kalangan rakyat. Sejumlah komunitas penduduk secara terang-terangan mengambil sikap. Rencana pemberontakan pun disusun oleh komunitas Melayu, Campa dan lain-lain. Daeng Mangalle sebagai pentolan komunitas Makassar pun diajak serta. 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement