Rabu 24 Feb 2021 17:33 WIB

Kaitan Sejarah Islam dan Tingginya Populasi Kucing di Maroko

Tingginya populasi kucing di Maroko erat kaitannya dengan Sejarah Islam

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: Nashih Nashrullah
Tingginya populasi kucing di Maroko erat kaitannya dengan Sejarah Islam. Kucing (Ilustrasi)
Foto:

Muslim, yang merupakan 99 persen dari orang Maroko, memiliki hubungan dengan kucing sejak lebih dari satu milenium. Pada abad ketujuh, Nabi Muhammad SAW mengatakan kepada orang-orang beriman untuk melindungi semua ciptaan Tuhan dan memuji kucing karena kebersihannya. Di bawah hukum agama, umat Islam dibolehkan  melakukan wudhu menggunakan semangkuk air yang meski sudah diminum kucing. 

“Selain pedoman umum ini, Nabi Muhammad tampaknya memiliki ketertarikan pribadi pada kucing, dengan menyatakan,  Kasih sayang pada kucing adalah bagian dari iman.’” tulis Austin. 

Selama Pertempuran Uhud, Rasulullah diketahui mengadopsi seekor kucing yang dia beri nama Muezza. Menurut Imam al-Bukhari, seorang cendikiawan abad kesembilan yang mengumpulkan salah satu dari dua kumpulan paling otoritatif dari hadits Nabi, dia bahkan memberi tahu seorang wanita yang mengurung dan membuat kucingnya kelaparan bahwa hukumannya pada Hari Penghakiman [akan]] menjadi siksaan dan neraka.

Abu Hurairah, dengan cepat mendapatkan reputasi sebagai pecinta kucing Islam yang paling terkenal. Bahkan arti dari namanya adalah ayah dari anak kucing. 

Dalam tulisannya, Austin mengutip sebuah situs web Islam Question and Answer yang sering kontroversial, mencatat bahwa Abu Hurairah mendapatkan namanya yang menarik "karena dia dulu suka kucing dan memelihara mereka." Warisan ramah kucing dari Nabi Mohammad dan Abu Hurairah telah menyebar ke Maroko dan seluruh dunia Muslim, duga Austin. 

“Seperti banyak negara di dunia Arab, kucing menguasai jalanan Maroko. Mereka duduk di tempat yang mereka suka di tengah pasar yang sibuk, mereka melihat ke dua arah sebelum menyeberang jalan, dan mereka bahkan telah mengambil alih seluruh taman di Kasbah Udayas yang bersejarah di Rabat,” tulisnya.

“Sejak saya kembali ke Rabat akhir tahun lalu untuk program bahasa Arab, saya telah mengamati kecintaan daerah ini pada kucing pada tingkat yang lebih pribadi. Salah satu teman saya sedang belajar hukum bisnis sehingga dia bisa membuka kafe kucing. Yang lain mengumpulkan sumbangan secara online untuk mendanai kunjungan darurat ke dokter hewan bagi pemilik yang kesulitan membelinya. Asosiasi untuk Pertahanan Hewan dan Alam (ADAN) mengelola tempat penampungan untuk kucing di kota, dan organisasi nirlaba Maroko,” ujarnya menerangkan.

Meski begitu, keberadaan kucing liar di mana-mana di Maroko terkadang menuai kritik. Pada 2019, Morocco World News menerbitkan tajuk “Kucing Jalanan Maroko tidak Lucu”. Pada 2019, seorang pria di kota pesisir Safi membakar tempat berlindung untuk kucing, dan membunuh 25 di antaranya. Tahun berikutnya, seorang penyerang tak dikenal membunuh enam anjing yang ditampung Bantuan Hewan Maroko. 

Setelah penerapan lockdown di Maroko, mulai musim semi lalu, polisi memberikan makanan kepada kucing liar yang biasanya bergantung pada sisa makanan dari restoran yang ditutup karena pandemi. Polisi di Tangier juga menyelidiki pengaduan tentang video yang menunjukkan kekejaman terhadap hewan pada 2020.

“Saat Maroko menemukan cara baru untuk melindungi dan merayakan kucing, saya telah menetapkan aspek selanjutnya dari perjalanan bertema kucing saya di sini, yaitu mencari kucing pasir, hewan menggemaskan yang menghuni gurun Maroko. Bagaimanapun, kita semua membutuhkan lebih banyak kucing dalam hidup kita,” ujar dia.

 

Sumber: insidearabia 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement