Sabtu 06 Feb 2021 05:38 WIB

Marak Covid-19 Klaster Pesantren, Salah Siapa?

Pondok Pesantren Miftahul Huda, Cigaru, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, tampak sepi.

Pondok Pesantren Miftahul Huda, Cigaru, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, tampak sepi. Dari sekitar 1.000 santri, hanya 120 santri yang tinggal di pesantren, lainnya diliburkan, setelah wabah Covid-19 melanda pesantren ini pada Januari 2021.
Foto:

 

Pesantren perlu terapkan closed setting

Ahli epidemiologi Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman (Unsed), Yudi Wibowo mensinyalir kondisi pondok pesantren yang overcowded atau penuh sesak memicu risiko penularan massal Covid-19.

Akibatnya, jumlah pasien klaster pesantren bisanya sangat banyak, dan bahkan spektakuler.

Secara umum sebagian besar asrama pesantren di Indonesia belum layak untuk menciptakan lingkungan sehat.

Pasalnya, tiap kamar dengan ukuran terbatas biasanya diisi banyak santri, dengan jumlah sepuluh lebih. Maka, ketika ada satu orang terpapar penyakit menular, maka penularannya akan sangat cepat.

Terlebih, Covid-19 yang media penularannya melalui droplet dan barang yang disentuh. Kondisi ini diperburuk dengan fasilitas MCK atau sanitasi yang sangat terbatas.

Santri kerap bergantian menggunakan alat mandi, dan lain sebagainya.

“Ponpes itu, apalagi yang ada asramanya, menginap itu kan seringkali kapasitasnya berlebihan, overcrowded. Satu kamar bisa ditempati lima atau bahkan 10 lebih santri, dalam satu ruangan. Kondisi ini diperburuk dengan ketersediaan MCK yang terbatas jumlahnya,” kata Yudhi Prabowo.

Yudhi juga Ketua Tim Ahli Epidemiologi Satgas Covid-19 Banyumas merekomendasikan agar pesantren menerapkan closed setting atau membatasi dengan sangat ketat hubungan asrama dengan dunia luar. Ini harus dilakukan meski vaksin Covid-19 sudah mulai didistribusikan.

Pasalnya, jika ada satu orang terpapar Covid-19 maka penularannya akan sangat cepat.

Yudhi juga mendorong agar pemerintah memperhatikan infrastruktur pesantren agar kualitas kesehatan di pesantren meningkat. Sebab, pesantren juga merupakan lembaga pendidikan penting di Indonesia.

Karenanya, pemerintah harus mulai mengalokasikan lebih banyak anggaran untuk pembangunan infrastruktur pesantren.

Caranya yakni dengan menerbitkan regulasi di masing-masing daerah agar pembangunan pesantren bisa ditopang oleh pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota.

Dia juga mendorong agar forum pondok pesantren di daerah mengadvokasi persoalan ini. Soalnya, munculnya klaster Covid-19 di pesantren merupakan puncak gunung es dari berbagai penyakit menular yang lebih dulu memapar pesantren.

Contohnya scabies (gudik) yang sudah menjadi penyakit yang bahkan sudah diidentikkan dengan pesantren.

“Bagaimana melakukan advokasi, pendekatan ke Kementerian Agama, untuk meyakinkan bahwa itu harus diperhatikan oleh pemerintah. Jadi mungkin ada semacam bantuan, untuk pembangunan infrastruktur. Lalu membuat regulasi untuk mengatur kapasitas,” ucap dia.

Selama ini dia melihat bantuan pemerintah untuk pesantren masih minim. Selain infrastruktur, kesejahteraan pendidik hingga santri pun mestinya dilindungi dengan kebijakan khusus untuk pesantren.

Hal tersebut karena, sebagai sesama penuntut ilmu, sebenarnya hak santri dan siswa sekolah formal adalah sama.

Kepala Seksi Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah Kantor Kementerian Agama Kabupaten Cilacap, Banu Tolib Majid mengakui kebanyakan pondok pesantren belum menerapkan tata kelola kesehatan asrama dan sanitasi yang memadai.

Pangkal soalnya adalah keterbatasan kemampuan pengelola pesantren. Sementara, Kementerian Agama sebagai lembaga kedinasan yang membawahi pesantren tak memiliki anggaran cukup untuk pembangunan pesantren.

Kondisi ini disebabkan belum ada regulasi yang mengatur bantuan langsung pemerintah untuk pesantren. “Kami hanya melaksanakan program yang sudah ditentukan oleh pusat. Memang, perlu dorongan dari sisi regulasi,” kata Banu.

Dia mencontohkan, untuk 2021 ini, Kemenag dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) hanya memprogram 12 pembangunan fasilitas sanitasi untuk meningkatkan kualitas kesehatan di pondok pesantren untuk penanggulangan Covid-19.

Jumlah ini masih jauh dari kebutuhan. Sebab, jumlah pesantren terdaftar di Cilacap mencapai 254 ponpes, dengan jumlah santri antara puluhan hingga ribuan orang.

Menurut dia, tata kelola kesehatan pesantren, termasuk ketersediaan asrama dan sanitasi menyebabkan klaster pesantren terus bermunculan.

Namun pada 2021 ini tak ada program bantuan pembangunan asrama, sebagaimana yang diusulkan.

“Tahun 2021 akan ada program dari PUPR untuk pengadaan sanitasi oleh pondok-pondok pesantren, kelihatannya 12 ponpes. Kalau program pembangunan asrama, tidak ada,” ucap dia. 

Banu menambahkan, untuk mencegah penularan Covid-19, Kemenag menyarankan agar pesantren menerapkan pembelajaran daring.

Akan tetapi, jika santri sudah berada di pesantren, maka pengasuh pesantren diminta melakukan pembatasan ketat interaksi dengan luar dengan tidak menggelar acara yang melibatkan orang banyak.

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Cilacap, Pramesti Griana Dewi mengatakan, di Cilacap ada tiga pesantren yang terkonfirmasi menjadi klaster Covid-19. Jumlah kasus mencapai 700 lebih.

Contohnya, Ponpes El Bayan mencapai 497 kasus, Ponpes Miftahul Huda, Cigaru, 108 kasus, dan Ponpes di Cilacap Tengah, mencapai 100 lebih kasus. Belum lagi klaster pesantren yang diduga masih bermunculan, namun enggan terbuka.

Sebelum pandemi Covid-19, Dinkes telah memerintahkan tiap puskesmas untuk mendampingi pesantren dari sisi kesehatan. Sosialisasi kesehatan intensif digelar.

“Setelah Covid-19, ini diintesifkan lagi,” imbuh Pramesti seraya berpendapat asrama dan sanitasi di pesantren memang belum cukup memadai.

Karenanya, salah satu rekomendasi Dinkes saat berkoordinasi dengan Satgas Covid-19 dan lintas instansi, adalah perbaikan infrastruktur pesantren.

“Sebenarnya, yang santri itu tidak bergejala ya. Itu rata-rata OTG. Tapi ini berbahaya untuk ustadznya, kiainya, yang sudah tua atau komorbid,” ujar dia.

Dia juga mengatakan, program vaksinasi Covid-19 juga menyasar pesantren, setidaknya pengasuh. Ini sekaligus upaya penanggulangan Covid-19 klaster pesantren.

Kiai menjadi prioritas pemberian vaksin, sekaligus untuk meyakinkan publik, bahwa vaksin ini aman dan halal.

Sementara, pada Rabu kasus Covid-19 di Cilacap 6.927 orang. Dari jumlah itu, sebanyak 5.528 orang sembuh dan 183 orang meninggal dunia. Terkini, angka kasus aktif Cilacap 1.216 orang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement