Sedikit aktivitas terlihat di pusat Sekolah Tinggi Agama Islam Tsufyan Tsauri (STAIS) Majenang, unit pendidikan tinggi pesantren ini.
Anadolu Agency diterima oleh pengasuh ponpes, sekaligus Ketua Satgas Covid-19 Ponpes Cigaru, Mazin al Hajar di ruang dosen.
Dia bercerita, semula ada dua santri putri di kompleks Al Jadid, salah satu asrama putri dalam pesantren ini, yang kehilangan indra penciuman.
Belakangan, jumlahnya terus bertambah setelah pendataan cepat.
Kemudian diketahui, sejumlah santri lainnya sempat bergejala serupa, namun sembuh.
“Terdeteksi pertama pada 2 Januari, dinyatakan positif Covid-19 pada 6 Januari malam,” ucap penanggung jawab kompleks Al Jadid ini.
Suasana pesantren yang adem ayem berubah mencekam.
Mereka akhirnya mengalami sendiri penyakit yang selama 10 bulan sejak Maret 2020 lalu, diberitakan dengan banyak kengerian.
Horor Covid-19 tak berhenti di situ. Sebab, santri di kompleks lainnya juga mengalami gejala serupa.
Belakangan, dari ratusan santri yang diduga suspek Covid-19, sebanyak 108 di antaranya, positif Covid-19.
Sejak santri dinyatakan positif Covid-19, pihak pesantren dan Gugus Tugas Covid-19 Cilacap menutup total pesantren.
Santri yang positif ditempatkan di lokasi karantina khusus, sedangkan santri yang negatif dan tak bergejala, tetap dalam pesantren, namun dengan pengawasan ketat.
Beruntung, sebagian besar santri yang terpapar Covid-19 nyaris tanpa gejala.
Mereka hanya kehilangan indra penciuman, sebagian lain demam ringan.
Namun, tentu saja ada santri dan asatidz (ustadz-ustadzah) yang mengalami gejala sedang hingga berat.