REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta melakukan penelitian tentang Tren Keberagamaan Gerakan Hijrah Kontemporer di tahun 2020. Hasil penelitian tersebut mengungkapkan temuan tentang bagaimana komunitas hijrah memaknai hijrah, tipologi dan strategi gerakan mereka.
Koordinator Peneliti Tren Keberagamaan Gerakan Hijrah Kontemporer, Windy Triana menyampaikan, berdasarkan hasil penelitian ditemukan fenomena hijrah mulai populer di akhir tahun 2015 dan awal 2016. Umumnya penelitian terdahulu tidak melihat ragam komunitas hijrah.
"Sehingga tidak melihat keragaman ajaran dan nilai yang ditawarkan yang ada di dalam komunitas-komunitas hijrah," kata Windy saat peluncuran hasil penelitian Tren Keberagamaan Gerakan Hijrah Kontemporer secara virtual, Senin (1/2).
Ia menerangkan, hasil penelitian mengungkapkan bagaimana komunitas hijrah memaknai hijrah. Mereka memaknai hijrah menjadi bagian dari konversi keagamaan yang bersifat intensifikasi terhadap keyakinan yang bergeser dari pengalaman atau praktek individu ke gerakan komunal. Pemaknaan ini berkembang di kalangan kelas menengah urban terutama di kalangan muda.
Ia mengatakan, komunitas-komunitas hijrah yang menjadi objek penelitian menunjukkan dua tipologi. Pertama adalah konservatif dan yang kedua adalah Islamis. Dari lima kelompok hijrah yang diteli hanya satu kelompok yang menunjukkan adanya dukungan terhadap islamisme atau politik Islam.
"Keragaman tingkat konservatisme ini terlihat dari sikap tertutup dalam merespon isu tertentu, (tapi) terbuka terhadap isu yang lain," ujarnya.
Windy menjelaskan bahwa konservatisme ini mengarah kepada yang salafi dan non salafi. Jadi meskipun lima kelompok hijrah yang diteliti ini memiliki pemahaman yang beragam, empat kelompok di antaranya disatukan dalam satu ikatan Muslim United sebagai manifestasi dari ukhuwah Islamiyah dan one ummah. Satu kelompok hijrah lainnya tertutup dan tidak menjadi bagian dari Muslim United.
Temuan lainnya, ia menerangkan tentang strategi kelompok hijrah. Mereka menargetkan kelompok usia milenial. Kelompok hijrah ini mengoptimalisasi penggunaan media sosial dan penyajian pesan sesuai dengan selera anak muda seperti penggunaan budaya pop.
Windy juga menjelaskan tentang tipologi dan spektrum gerakan hijrah yang ditemukan dalam penelitian PPIM UIN Jakarta. Pertama, konservatif dan yang kedua islamis. Kelompok yang konservatif terdiri dari yang salafi dan non salafi. Salafi ada dua, di antaranya salafi akomodatif dan salafi murni.
"Salafi akomodatif ini cukup unik, dan kami membuat (istilah) salafi akomodatif ini untuk mengakomodasi kecenderungan (orang-orang) salafisme yang sangat terbuka pada beberapa isu," jelasnya.
Ia menerangkan, kelompok salafi akomodatif tidak terakomodasi oleh definisi dan kategorisasi salafi yang dibuat oleh Quintan Wictorowicz dan Din Wahid.
"Jadi kami memunculkan istilah salafi akomodatif, mereka semua tergabung dalam Muslim United dan Barisan Bangun Negeri kecuai The Strangers Al Ghuroba (kelompok salafi murni)," kata Windy.
Lima komunitas hijrah yang diteli PPIM UIN Jakarta. Pertama, Pemuda Hijrah Shift di Bandung. Kedua, Kajian Musyawarah di Jakarta yang isinya para artis serta selebriti yang berhijrah. Ketiga, Yuk Ngaji di Jakarta yang digawangi oleh Felix Siauw. Keempat, Terang Jakarta. Kelima, The Stranger Al Ghuroba di Jakarta, menurut peneliti PPIM UIN Jakarta, komunitas ini yang sangat tertutup.