Senin 01 Feb 2021 07:47 WIB

Islam Agama Transnasional, Impor, dan Arogan?

Benarkah tuduhan bahwa Islam agama transnasional, impor, dan arogan?

Raja Pakubuwono X ketika berkunjung ke Masjid Luar Batang 1920
Foto:

Lalu, tentang Islam agama impor dari Arab bagaimana?

Terkait hal ini, Prof Abdul Hadi WM menyatakan, tidak aneh bila ada orang yang beranggapan seperti itu. Hal ini terjadi karena selama ini pelajaran serta pengetahuan tentang sejarah Islam di Indonesia sangat berbau kolonial. Para sejarawan, misalnya, masih banyak yang terus 'membeo' pada pikiran penulis sejarah kolonial yang berasal dari Eropa, seperti Belanda, Inggris, dan Prancis.

''Misalnya, sampai kini, masih tertanam di benak orang--termasuk orang Islam--bahwa Islam datang dari Gujarat. Ini jelas teori peninggalan kolonial Belanda. Sayangnya, sampai hari ini, banyak orang yang masih percaya,'' tegasnya.

Padahal, dari dahulu kala, orang-orang atau para pelaut Nusantara sudah berlayar hingga ke pantai timur Afrika. Jejak ini sangat jelas dan tak bisa dibantah.

''Jadi, orang atau para pelaut Nusantara sendiri yang menjemput Islam langsung di negeri asalnya, bukan berputar-putar lewat tempat lain, ada yang mengatakan China atau Gujarat,'' katanya.

Meluruskan Fakta dalam Sejarah Pangeran Diponegoro | Republika Online

Keterangan: Perlawanan terhadap kolonial di bawah pimpinan seorang santri bernama Raden Mas Mustahar atau Pangeran Diponegoro.

Hal ini pun ada buktinya, yakni sebuah surat dari Khafilah Islam di Abad ke-8 Masehi yang datang dari anak Raja Sriwijaya yang ada di Sumatra. ''Dalam surat itu disebut bahwa anak raja tersebut meminta izin kepada khalifah untuk mengajarkan Islam di kerajaannya. Dan dalam surat itu juga diceritakan bila para anggota kerajaan Sriwijaya yang lain menghalanginya. Kisah ini ada disertasi yang ditulis Sq Fatimi. Dan ini memang belum banyak yang tahu.''

Adanya surat itu kemudian berkolerasi dengan kenyataan bahwa pada abad ke-11 Masehi Islam sudah berkembang atau banyak penganutnya di Nusantara. Bahkan, ini kemudian terbukti mencengangkan, kebudayaan Melayu di Sumatra ternyata kemudian berbasis atau terpengaruh sekali dengan budaya Arab. Ini bisa ditilik dari gaya bahasa Melayu dan tulisannya yang banyak sekali memakai serapan bahasa Arab. Bahkan, tulisan Melayu menggunakan huruf Arab (dikenal sebegai tulisan Jawi).

''Uniknya, di Sumatra dan Melayu tak ada bekas sama sekali agama Buddha di sana. Di candi Muara Takus, misalnya, tak ada arca Buddha dan sama sekali beda dengan di Jawa, misalnya dengan Candi Borobudur. Ini menjelaskan betapa dalam pengaruh Islam yang datang ke Sumatra secara langsung dengan dijemput oleh orang Nusantara melalui pelayaran,'' kata Abdul Hadi.

 

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement