Senin 18 Jan 2021 05:58 WIB

Jejak Pemikiran Kiai Ibrahim

Kiai Ibrahim adalah penerus yang langsung diterima dari KH Ahmad Dahlan

Rep: suaramuhammadiyah.id (suara muhammadiyah)/ Red: suaramuhammadiyah.id (suara muhammadiyah)
Jejak Pemikiran Kiai Ibrahim | Suara Muhammadiyah

Sama saja dapat dikatakan mundur. Jangan sampai merasa suka kalau dipuji orang, dan jangan berkecil hati kalau dicela orang, karena yang menetapkan buruk dan baik itu hanyalah Gusti Allah sendiri. Tetapi celaan dan pujian itu harus diambil pelajarannya. Terlebih lagi kritik atau celaan yang menjelek-jelekkan.

Dalam keadaan yang seperti ini, Pembimbing Muhammadiyah yang paling besar, yaitu KH Ahmad Dahlan semakin parah sakitnya sampai akhirnya wafat. Muhammadiyah merasakan kehilangan yang sangat besar. Untungnya putra-putra Kyai H Ahmad Dahlan itu sudah pada dewasa bisa diserahi Muhammadiyah. Terlebih lagi apakah kita semua tidak berniat untuk bertindak sendiri dan hanya dibimbing saja. Susah kalau seperti itu.

Akhirnya pertanyaan Kiai Ibrahim pada warga Muhammadiyah, “Apakah kemajuan anda semua ini karena Kyai H Ahmad Dahlan ataukah karena Allah. Kalau karena Kyai H Ahmad Dahlan, sekarang ini Kyai H Ahmad Dahlan sudah wafat, sudah diambil kembali oleh yang punya. Tetapi kalau kemajuan anda semua karena Allah, Allah gesang salaminipun (Allah hidup selamanya), serta pasti akan menolong umatnya yang menjalankan perintah-Nya dan sesuai kehendak-Nya”.

Di akhir pidatonya, Kiai Ibrahim mengingatkan pada semuanya saja serta pada saya sendiri: “Agama Islam itu agama yang mengajak persatuan, tidak mengajak berpisah-pisah. Apalagi orang Islam itu seharusnya menjadi satu. Melihat kejadian akhir-akhir ini, sepertinya persatuan orang Islam sudah bisa diharapkan. Tidak hanya setanah Jawa atau se Hindia tetapi se….jagad”.

Perkembangan yang menonjol pada masa kepemimpinan Kiai Ibrahim, antara lain adalah didirikannya Fonds Dachlan (1924), yakni lembaga yang bertujuan untuk mengumpulkan beasiswa bagi anak-anak orang miskin.

Kiai Ibrahim melakukan perbaikan badan perkawinan untuk menjodohkan puta-putri keluarga Muhammadiyah yang sudah masanya menikah; khitanan massal dan lain-lain.

Muktamar Muhammadiyah di Surabaya tahun 1925, menghasilkan keputusan penting, antara lain penyelenggaraan shalat Idul Fitri dan Idul Adha di lapangan, penggunaan tahun Hijriyah dalam surat menyurat dan adminsitrasi Muhammadiyah. (Imron Nasri)

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan suaramuhammadiyah.id. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab suaramuhammadiyah.id.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement