Hal itu sebagaimana firman Allah SWT dalam Alquran Surah Al-Fajr ayat 27-30: “Yaa ayyatuhannafsul-muthmainnah. Isrji’iy ila Rabbiki raadhiyan mardhiyyah. Fadkhulii fiy ibadi. Wadkhuli jannatiy,”. Yang artinya: “Wahai jiwa yang tenang kembalilah kepada Rabbmu dalam keadaan ridho dan diridhoi. Masuklah ke dalam golongan hambaKu dan masuklah Ke dalam syurgaKu”.
“Saya hanya ingin mengajak kita semua untuk menangis, merasakan kesedihan yang dalam atas meninggalnya para ulama kita. Cinta kita kepada para ulama bukan cinta biasa. Tapi cinta sebagai bukti kecintaan kita kepada ilmu. Dan cinta kepada ilmu adalah cinta kepada kebenaran (Al-Haq),” ungkapnya.
Dalam sebuah hadits Rasulullah menegaskan: “barangsiapa yang tidak merasa sedih dengan kematian ulama maka dia adalah munafik” (diriwayatkan oleh Imam Suyuuthi). Dalam hadits selanjutnya, Imam Al-Baihaqi menyebutkan: “kematian seorang Ulama itu lebih disukai oleh Iblis dari pada kematian 70 ahli ibadah”.
Jika Iblis la’natullah senang dengan kematian ulama, lalu bagaimana mereka yang mematikan ulama? Maksudnya, mungkin saja tidak mematikan secara fisik, tapi mematikan segala langkah dan juang para ulama dalam menebar ilmu dan kebaikan.
“Iblis dan konco-konconya sangat wajar untuk bersenang dengan meninggalnya Ulama. Karena memang ulama memiliki posisi yang sangat tinggi. Selain derajatnya ditinggikan, seperti yang disebutkan dalam Alquran,” ujarnya.