Ahad 03 Jan 2021 13:41 WIB

Tantangan Dakwah Ulama, dari Dipersekusi HIngga Dianiaya

Hikmah dan pelajaran menjadi senjata bagi para dai untuk berdakwah

Sejumlah umat muslim mendengarkan khotbah Shalat Jumat di Gelanggang Olahraga Cempaka Putih, Jakarta, Jumat (12/10).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Sejumlah umat muslim mendengarkan khotbah Shalat Jumat di Gelanggang Olahraga Cempaka Putih, Jakarta, Jumat (12/10).

REPUBLIKA.CO.ID,Sesungguhnya, tantangan dakwah para ulama zaman now juga dihadapi nabi dan rasul, para sahabat, juga ulama terdahulu. Mereka tak hanya mengalami persekusi, mereka diusir, dianiaya, bahkan dibunuh oleh kaumnya.

Raja dan penguasa juga kerap menjadi tantangan mereka, begitu juga di Tanah Air. Sejarah mencatat, banyak ulama besar negeri ini yang merasakan dinginnya jeruji. Buya Hamka dan Muham mad Natsir adalah contohnya.

Dakwah menjadi tugas setiap Muslim meski caranya berbeda-beda. Dalam QS Fu shilat ayat 33, Allah SWT berfirman, "Sia pa kah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru menuju Allah, mengerjakan amal soleh, dan ber kata, "Sesungguhnya, aku termasuk orang-orang yang berserah diri."

Di dalam tafsirnya, Imam Ibnu Katsir menjelaskan, ayat ini mengandung makna umum mencakup setiap orang yang menyeru manusia kepada kebajikan. Penyeru pun mengerjakan apa yang diserukannya dengan konsekuen. Rasulullah SAW menjadi panutan utama dalam contoh ayat ini.

Imam Hasan Al Basri menjelaskan, orang yang dimaksud adalah kekasih Allah. Dia manusia terpilih penolong agama Allah. Dia orang yang diutamakan Allah. Orang yang paling disukai Allah di antara penduduk bumi. Dia menyeru manusia untuk memenuhi seruan Allah seperti yang dilakukannya. Ia beramal soleh, kemudian berkata, "Aku termasuk orang-orang yang berserah diri."

Dari setiap hamba, ada yang benar-benar fokus membaktikan diri untuk kegiatan dakwah. "Dan hendaklah ada di an ta ra kalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang munkar. Merekalah orang-orang yang beruntung." (QS Ali Imran: 104).

Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan, golongan yang dimaksud adalah para sahabat terpilih, para mujahidin terpilih, dan para ulama. Ayat ini bermakna hendaknya ada segolongan orang dari kalangan umat ini yang bertugas untuk mengemban urusan tersebut. Sekalipun, urusan itu memang diwajibkan pula atas setiap individu dari umat ini.

Tidakkah Nabi SAW bersabda tentang tiga pilihan untuk mencegah kemunkaran. Pertama dengan tangan, jika tidak mampu dengan lisan, jika masih tidak mampu de ngan hati. Yang demikian itu adalah selemah-lemahnya iman. (HR Muslim).

Setelah mendapatkan tugas untuk menyeru manusia kepada jalan-Nya, Allah SWT pun memberi petunjuk bagaimana cara berdakwah tersebut. "Serulah (manu sia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah me reka dengan cara yang baik (pula). Sesung guhnya, Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk." (QS an-Nahl: 125).

Dua kata hikmah dan pelajaran menjadi senjata bagi para dai untuk berdakwah. Segala macam fitnah, penolakan, dan pengusiran yang terjadi akhir-akhir ini seyogianya tak membuat mereka melepas dua kata itu. Dengan hikmah dan pelajar an, para dai justru bisa menunjukkan wajah Islam yang ramah. Wallahu'alam.

sumber : Dialog Jumat
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement