REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— KH Abdul Halim Leuwimunding memang belumlah sepopuler tokoh-tokoh Nahdlatul Ulama lainnya, semisal Hadratus Syekh Hasyim Asyíarie atau KH Wahab Hasbullah. Namun, perannya untuk organisasi tersebut dan umat Islam pada umumnya tak mungkin dipandang sebelah mata.
Menurut Fathoni Ahmad dalam artikelnya di laman NU, sang kiai tepat dikatakan sebagai seorang figur yang senang ìbekerja dalam diamî. Maknanya, ia tak memikirkan ingar-bingar popularitas. Yang penting, bagaimana kiprah dan perjuangannya terasa maslahatnya bagi publik luas.
Fathoni mengatakan, ketokohan KH Abdul Halim mulai dikenal luas berkat suatu kunjungan yang dilakukan KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Presiden keempat Indonesia itu pada Maret 2003 berziarah ke makam Kiai Halim di Leuwimunding, Majalengka.
Mulanya, sejumlah pengurus dan anggota Banser NU Majalengka bertamu ke kediaman Gus Dur di Ciganjur, Jagakarsa, Jakarta. Saat tiba, mereka mendapati sang tuan rumah ternyata belum pulang ke Tanah Air dari Prancis. Karenanya, mereka pun pamit setelah bersilaturahim dengan keluarga setempat.
Barulah beberapa hari kemudian, para aktivis Banser itu sowan lagi ke rumah Gus Dur. Mereka diterima dengan hangat oleh Gus Dur. Putra KH Abdul Wahid Hasyim itu sempat terkejut setelah mengetahui para tamunya itu berasal dari Leuwi munding, Majalengka.
Dia merasa, kedatangan mereka bak penanda, suatu saat dirinya mesti berziarah ke makam seorang ulama besar yang di sana. Segera saja, Gus Dur memanggil stafnya untuk mengagendakan ziarah tersebut. Pada Maret 2003, agenda itu dijalankan, yakni termasuk dalam rangkaian lawatan Gus Dur ke Cirebon dan sekitarnya.
Sesampainya di Leuwimunding, Gus Dur bersilaturahim dengan tokoh-tokoh setempat. Acara juga diadakan untuk menyambut figur nasional itu. Tibalah rombongan di kompleks makam Kiai Abdul Halim Leuwimunding. Sekitar 45 menit Gus Dur terlebih dahulu berpidato di hadapan khalayak dekat area tersebut.
Dalam kesempatan ini, cucu Hadratus Syekh Hasyim Asy’ari itu menjelaskan panjang lebar ihwal peran besar Kiai Halim, baik pada masa sebelum, ketika, maupun sela ma berdirinya Jamíiyah Nahdlatul Ulama. Sejak saat itu, sosok KH Abdul Halim Leuwimunding menjadi perhatian besar generasi Nahdliyin kekinian.
Dalam perhelatan Kirab Santri Nasional sejak 2015 lalu, misalnya, rombongan santri yang melakukan tapak tilas juga berziarah ke makamnya. Kiai Abdul Halim diketahui meninggal dunia pada 11 April 1972. Jenazahnya dikebumikan di sekitar Kompleks Gedung MTs Sabilul Chalim, Leuwimunding, Majalengka.