REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Muhammad Nicko Trisakti Pandawa, Alumni UIN JAKARTA jurusan Sejarah Peradaban Islam
----------
Soal khilafah telah dikaji oleh berbagai cendekiawan Muslim paripurna. Pada 1377 M, Ibnu Khaldun menulis seperti ini:
- Khilāfah itu seakan-akan pohon besar dan dasar yang menyeluruh. Semua fungsi mencabanginya dan membawahinya, baik agamawi maupun duniawi. Kekuatannya menyeluruh dalam melaksanakan hukum agama maupun dunia.
Cendekiawan Muslim asal Aceh, ‘Abd al-Ra’ūf al-Sinkīlī al-Jāwī, 1672 M, menulis seperti ini. "Maka Ia menjadikan di bumi khalīfah-Nya yang menggantikan Dia pada melakukan segala hukum-Nya." (ṡumma ja’ala fī al-arḍ khalīfah takhlufuhu fī tanfīż aḥkāmih).
Sebelum kita membahas dinasti ‘Uṡmāniyyah yang digelari sebagai institusi Khilāfah dengan para pemimpinnya yang disebut Khalīfah, alangkah baiknya jika kita memahami dulu tentang institusi Khilāfah dan jabatan Khalīfah itu sendiri secara umum.
Ini agar kita bisa mengidentifikasi mana kekuasaan atau dinasti yang pantas disebut sebagai Khilāfah, mana yang bukan.
Pembahasan ini penting dikemukakan karena makna Khilāfah dalam Islam serta klaim dinasti ‘Uṡmāniyyah akan Khilāfah ramai diperdebatkan oleh kalangan orientalis dan para policy-makers kolonial Barat, seperti Snouck Hurgronje, Wilfrid Scawent Blunt, dan Thomas W. Arnold.
Snouck Hurgronje, misalkan, begitu bersikeras untuk menolak klaim ‘Uṡmāniyyah atas Khilāfah dan menjadi oposisi terdepan pemerintahan Sultan Abdülḥamid II yang dicapnya sebagai “komplotan penipu murahan” dalam menentang “penyebaran khayalan palsu di kalangan kaum Muslim mengenai Khilāfah”.