REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Di musim-musim perayaan hari besar keagamaan, kata toleransi kerap digaungkan. Seolah toleransi hanya terkait dengan ungkapan “selamat” kepada pemeluk agama lain dalam menjalankan perayaan hari-hari besar agama mereka.
Presiden Nusantara Fondation, Shamsi Ali, menyebut dengan kata lain berdasarkan ilustrasi di atas, toleransi serasa komitmen musiman. Toleransi di musim Idul Fitri atau toleransi di musim natalan, dan demikian seterusnya.
"Dalam pandangan Islam, toleransi adalah bagian dari keyakinan. Toleransi bukan sekadar memberikan ruang kepada pemeluk agama lain untuk meyakini dan menjalankan keyakinan mereka, melainkan menerima (acceptance) eksistensi mereka sebagai bagian dari sunnatullah (keputusan Allah)," kata dia dalam keterangan yang diterima Republika.co.id, Ahad (27/12).
Dalam QS an-Nahl ayat 93, Allah SWT berfirman: وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً "Dan sekiranya Allah menghendaki maka Allah menjadikan kalian semuanya sebagai satu umat.”
Karenanya, menentang eksistensi agama lain atau keberadaan kelompok agama lain berarti penentangan kepada sunnatullah atau keputusan Allah tersebut. Hal ini sungguh sebuah sikap yang tegas dalam mengafirmasi eksistensi “keragaman” dalam ciptaan Allah itu.