REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- Laporan South Asia State of Minorities Report 2020 menyebut India telah menjadi tempat berbahaya dan penuh kekerasan bagi minoritas Muslim. Hal itu terutama sejak pemerintahan di bawah pimpinan partai sayap kanan Nasionalis Hindu, Partai Bharatiya Janata Party (BJP) memberlakukan rancangan Undang-Undang (RUU) Kewarganegaraan.
“Pada Desember 2019, RUU Kewarganegaraan disahkan dan membuka jalur bagi kategori imigran ilegal, khususnya mengucilkan Muslim. Pemerintah juga menyatakan niatnya membuat Daftar Nasional Warga Negara India, yang berpotensi membuat banyak Muslim tanpa kewarganegaraan," kata laporan itu, dilansir di Scroll dan Independent, Selasa (15/12).
Laporan tersebut mengatakan BJP mengambil alih kekuasaan secara nasional pada 2014. Kemudian mulai meluncurkan serangan baru dan lebih frontal terhadap agama minoritas dan kelompok rentan lainnya.
"Ini memiliki efek mengerikan pada ruang sipil bagi Muslim dan organisasi dan aktivis berbasis komunitas Muslim secara khusus," katanya.
Kejahatan kebencian terhadap minoritas telah meningkat tajam, seperti halnya pembunuhan massal dan kekerasan main hakim sendiri terhadap Muslim, Kristen, dan Dalit. BJP juga memperkuat dan memperluas serangkaian undang-undang dan tindakan diskriminatif yang menargetkan agama minoritas.
Ini termasuk UU anti-konversi, yang dipersalahkan oleh kelompok hak asasi manusia karena memberdayakan kelompok Hindutva untuk melakukan kampanye pelecehan, pengucilan sosial dan kekerasan terhadap orang Kristen, Muslim, dan agama minoritas lainnya di seluruh negeri. 60 UU yang seolah-olah dimaksudkan melindungi sapi terus memberikan dukungan kelembagaan untuk kampanye serupa melawan Muslim dan Dalit.
Situasi semakin memburuk secara signifikan sejak BJP kembali berkuasa pada Mei 2019. Secara berurutan, BJP memberlakukan serangkaian tindakan yang ditujukan memberi isyarat kepada Muslim, terutama keinginannya untuk menundukkan secara brutal.
Di samping itu, laporan itu menyebutkan Undang-Undang Kontribusi Asing, yang mengatur sumbangan asing untuk entitas di India, telah dipersenjatai lebih lanjut untuk melawan LSM progresif dan minoritas. Laporan tersebut juga menemukan para pengacara hak asasi manusia, aktivis, pengunjuk rasa, akademisi, jurnalis, intelektual liberal, juga ikut diserang apabila menyuarakan menentang kebijakan pemerintah Modi.
"Selain itu, pembela hak asasi manusia semakin diserang karena memprotes undang-undang dan praktik diskriminatif yang menghadapi pembatasan, kekerasan, pencemaran nama baik kriminal, penahanan dan pelecehan", kata laporan itu.
aporan juga menuliskan adanya dugaan pelanggaran hak asasi manusia di Jammu dan Kashmir sejak tahun lalu, yakni ketika Pusat mencabut status khusus negara bagian itu berdasarkan Pasal 370 Konstitusi.